Suara.com - Tim pasangan kandidat capres cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla menduga ada yang tidak transparan dalam proses penghitungan suara yang dikirimkan melalui pos dan drop box.
Anggota tim, Eva Kusuma Sundari, dalam rilis yang diterima suara.com, Minggu (13/7/2014), mencurigai perubahan penghitungan suara di sejumlah negara seperti di Malaysia, Hongkong dan Arab Saudi, di mana pasangan Jokowi-JK unggul telak.
Perubahan penghitungan suara terjadi setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasukkan hasil penghitungan suara dari pos dan drop box.
“Kejanggalan mencolok terjadi di Malaysia. Beda dengan peraturan di Singapura yang mengharuskan KBRI mempunyai semua alamat BMI (buruh migran). Maka di Malaysia manajemen BMI sepenuhnya di tangan agen,” tulis Eva.
Dia juga menyetujui dugaan pengelembungan suara bisa terjadi dengan adanya pemungutan suara lewat dua fasilitas itu, seperti yang diungkapkan Migrant Care.
“Demikian juga terkait jumlahnya yang semula direncanakan 20 ribu, berlipat menjadi 40 ribu. Sehingga pantas Migrant Care menduga ada penggelembungan suara sebesar 22 ribu,” seru Eva lagi.
Untuk itu, Eva menuntut Bawaslu dan KPU melakukan audit terhadap PPLN dan petugas Pemilu Malaysia agar membuka akses saksi memeriksa kevalidan alamat via post dan surat suara termasuk drop box.
“Kecurangan via post dan drop box ini beralasan karena hal yang sama pernah dilakukan seorang caleg (FY) di pemilu 2009, berupa vote buying sebanyak 35 ribu suara terbongkar saksi, karena pola coblosan yang sama,” ujar Eva.