Presiden Terpilih Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Arif Sodhiq Suara.Com
Sabtu, 12 Juli 2014 | 19:00 WIB
Presiden Terpilih Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM
Joko Widodo dan Prabowo Subianto. [Antara/Andika Wahyu].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan presiden terpilih memiliki beban berat. Pasalnya, negara masih memiliki "utang" untuk penyelesaian tujuh kasus hukum pelanggaran HAM berat.

"Presiden mendatang memiliki beban yang sangat berat, harus melakukan penyelesaian hukum berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat," ujar Komisioner Komnas HAM, Siti Noor Laila, di Bandarlampung, Sabtu (12/7/2014).

Tujuh kasus pelanggaran HAM berat tersebut merupakan rekomendasi dari Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM berat di Indonesia yang dibentuk Komnas HAM, sejak Desember 2012. Saat itu, ada 10 kasus yang direkomendasikan Komnas HAM untuk diselesaikan secara hukum, tiga di antaranya sudah memasuki proses persidangan, yakni kasus kekerasan di Abepura, Timor Timur, dan Tanjung Priok.

Tujuh kasus lain saat ini sudah di Kejaksaan Agung, namun lembaga tinggi negara tersebut belum melakukan peningkatan status menjadi penyidikan.

"Akibat kondisi itu, sekarang kasus tersebut jadi konsumsi politik untuk memperoleh suara pada pemilihan presiden," kata Laila.

Ketujuh kasus pelanggaran HAM berat tersebut adalah kekerasan di Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Talangsari, penghilangan orang secara paksa, penembakan misterius (petrus), pembantaian massal pasca-G30S/PKI, dan kerusuhan Mei 1998.

Menurut Laila, pemerintahan baru di bawah pimpinan presiden terpilih harus memiliki itikad baik penyelesaian kasus tersebut.

Dia menjelaskan ada dua cara yang bisa dilakukan presiden, yaitu penyelesaian yudisial dan penyelesaian non-yudisial.

Penyelesaian yudisial dilakukan dengan cara membentuk pengadilan HAM untuk mengadili pelaku. Sedangkan penyelesaian non-yudisial adalah presiden mengeluarkan langkah politik mengenai kasus tersebut, misalnya mengenai rekonsiliasi nasional.

"Pemerintah harus punya kemauan penyelesaian kasus ini, karena kalau tidak akan terus menjadi duri dalam daging yang akan meletup kapanpun," tambahnya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI