Suara.com - Dalam diskusi bertajuk 'Mengejar Survei Pilihan Rakyat' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/7/2014), Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan anjloknya elektabilitas Joko Widodo - Jusuf Kalla dalam sejumlah survei menjelang pemilu presiden, terjadi karena kekuatan mesin tim sukses tidak bekerja maksimal dalam mengeksplorasi kekuatan Jokowi-JK.
"Tim sukses Jokowi tidak menjual kekuatan yang dimiliki Jokowi. Mereka cenderung lebih fokus kepada panangkalan terhadap kampanye hitam yang dilontarkan tim lawan," kata Qodari.
Qodari mencatat sejumlah kelemahan tim pemenangan Jokowi - JK. Pertama, tim kurang menjual kelebihan Jokowi, padahal Jokowi memiliki segudang prestasi mulai dari ketika menjadi Walikota Solo sampai Gubernur Jakarta.
"Bisa menyelesaikan Waduk Pluit, Ria Rio dan masalah lain selama menjadi Gubernur Jakarta," kata Qodari.
Kedua, tim sukses tidak maksimal dalam "menjual" karier Jokowi yang bermula dari titik nol hingga berhasil mencapai posisi seperti sekarang.
"Itu, kan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Indonesia sehingga dapat dinilai sebagai pekerja keras," katanya.
Kelemahan ketiga adalah tim sudah terlena dan terlalu halus dalam merespon serangan yang dilontarkan lawan politik.
"Ada keterlenaan tim sukses Jokowi yang hanya berpaku pada kebaikan Jokowi, baik tidak mesti jadi patokan. Harus bergerak juga dan terlalu baik dalam membalas serangan politik lawan," kata Qodari.
Menanggapi poin kelemahan nomor tiga, salah satu tim sukses Jokowi, Hasto Kristiyanto, mengatakan timnya memang tidak mau membalas serangan lawan politik karena Jokowi selalu menekankan tentang pentingnya pendidikan politik bagi masyarakat.
"Kita memang membalasnya dengan menampilkan hal-hal yang baik karena Pak Jokowi selalu mengatakan bahwa kiranya ajang pilpres ini sebagai pendidikan politik, dan bukan hanya untuk tanggal 9 Juli saja, ini untuk beberapa tahun ke depan," kata Hasto.
Beberapa waktu yang lalu di tengah kampanye di Solo, Jokowi pernah mengatakan politik di Indonesia sudah tidak beradab lagi. Ajang pilpres yang seharusnya menjadi pendidikan politik bagi masyarakat, tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Pilpres 2014 diikuti oleh dua pasangan kandidat. Nomor urut pertama Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, nomor urut dua Jokowi dan JK.