Suara.com - Lima aktivis 1998 yang pernah diculik menulis surat kepada Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Isinya meminta pasangan capres-cawapres nomor urut dua ini untuk menuntaskan pengusutan kasus pelanggaran HAM masa lalu, bila kelak menang di Pilpres 2014.
Kelima aktivis yang menuliskan surat tersebut, yakni Raharja Waluya Jati, Mugiyanto, Faisol Riza, Nezar Patria, dan Aan Rusdianto. Rencananya, surat ini akan langsung diberikan kepada Jokowi.
"Surat ini kita bacakan dan kami ingin sampaikan secara langsung kepada Jokowi," kata Jati yang membacakan surat tersebut di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2014).
Berikut isi surat terbuka untuk Jokowi itu:
Apakah kami tidak cukup bersyukur karena telah pulang dengan selamat, kembali ke pelukan orang-orang tercinta dan keluarga? Apakah kami tidak tahu diri dengan menuliskan surat ini, setelah 16 tahun peristiwa berlalu?
Kami ingin menegaskan sekali lagi kepada Bapak berdua sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, bahwa peristiwa penculikan bukanlah isu politik yang sedang diperdagangkan di bursa Pemilu Presisden. Penculikan aktivis dan rakyat Indonesia di tahun 1997-1998 karena alasan politik adalah peristiwa kejahatan terhadap kemanusiaan.
Penculikan adalah peristiwa nyata yang melukai rasa kemanusiaan siapa pun, dan hingga kapan pun tak boleh ditutup selama mereka yang hilang belum kembali atau ada kejelasan nasibnya.
Kami percaya, Anda berdua atau siapa saja pembaca surat ini, termasuk para penculik yang saat ini masih bisa menyentuh dan memandangi anak tercintanya, pasti akan berjuang hingga akhir usia bila orang tercinta kalian direnggut paksa dan dihilangkan dengan jahat.
Enam belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah penantian bagi keluarga korban penculikan. Saat telah terang siapa pelaku penculikan, dan kami bersaksi bahwa mereka yang belum kembali pernah berada di tempat penyekapan yang sama, maka setiap hari penantian keluarga korban adalah rasa nyeri di setiap tarikan nafas.
Bapak Jokowi dan Jusuf Kalla,