Suara.com - Pemimpin Redaksi RCTI (non aktif) Arya Mahendra Sinulingga diduga melakukan pelanggaran kode etik jurnalistik di ruang redaksi. Pasalnya, dalam status non aktif, Arya Sinulangga masih aktif mengendalikan dan campur tangan dalam pemberitaan ruang redaksi televisi yang dimiliki oleh Harry Tanoe.
Sebagaimana diketahui, produser RCTI Raymond Rondonuwu diberi peringatan karena berani mempertanyakan berita tentang pertemuan anggota KPU dengan tim sukses calon presiden yang diduga membocorkan materi debat. Raymond menilai berita tersebut tidak jelas sumbernya sehingga tidak sesuai dengan prinsip jurnalistik. Namun, Raymond justru menerima peringatan keras atau Surat Peringatan Ketiga (SP3).
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Jakarta Umar Idris menilai sebagai pemimpin redaksi yang berstatus non-aktif, Arya tidak berwenang mengendalikan ruang redaksi, apalagi mengeluarkan SP3 kepada Raymond. Saat ini, Arya adalah Direktur Komunikasi dan Media dalam tim pemenangan pasangan capres-cawapres, Prabowo Subianto - Hatta Rajasa.
"Demi menjaga integritas dan sikap independen dalam peliputan dan dalam pemberitaan redaksi Seputar Indonesia RCTI, Arya seharusnya benar-benar mundur atau non aktif sebagai pemimpin redaksi, sebagaimana telah dinyatakan oleh pimpinan RCTI ke publik," kata Umar Idris.
AJI Jakarta mengingatkan seruan bersama yang dibuat oleh Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat pada 2 Juni 2014. Dalam seruan tersebut disebutkan, pengelola lembaga pers penyiaran memiliki kewajiban dan tanggungjawab profesi dalam pemberitaan seputar pemilihan umum.
Dewan Pers dan KPI menegaskan media memiliki tanggungjawab menerapkan tiga hal secara sungguh-sungguh. Pertama, pers harus menjaga integritas dan bersikap independen dalam melakukan peliputan pemilu, serta mematuhi prinsip-prinsip jurnalistik yang demokratis dan menjaga harmoni dalam perikehidupan publik.
Kedua, menggunakan pemberitaan untuk kepentingan pihak tertentu, bertentangan dengan prinsip independensi dan melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Standar Perlindungan Profesi Wartawan yang telah diratifikasi oleh semua pemilik grup media.
Ketiga, menggunakan pemberitaan untuk kepentingan pihak tertentu, melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI 2012, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 32/2002 tentang Penyiaran.
Atas kasus tersebut, AJI Jakarta mendesak KPI Pusat dan Dewan Pers untuk memproses dugaan pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh Arya. AJI Jakarta Mengecam penyalahgunaan frekuensi publik oleh pemilik media untuk kepentingan politik yang masih berlangsung dalam pemilihan presiden dan mengimbau pemilik dan pimpinan media untuk mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (SP3 dan SPS) KPI 2012, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor.32/2002 tenatng Penyiaran, serta Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers.
AJI Jakarta juga mengajak para jurnalis di media televisi, cetak, online, dan radio untuk melawan intervensi para pemilik media yang memiliki afiliasi politik kepada salah satu calon presiden. Menolak intervensi pemilik media demi menjaga independensi ruang redaksi telah perbuatan yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers maupun Undang-Undang Penyiaran.