Suara.com - Terdakwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, mengatakan akan melakukan banding terhadap apapun vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Senin (30/6/2014).
"Siaplah dan saya pasti akan lakukan banding, sampai surga juga saya akan lakukan banding," kata Akil sesaat sebelum memasuki ruang sidang.
Sebelumnya, pengacara Akil, Adardam Achyar, mengatakan kliennya sudah siap dengan apapun vonis hakim hari ini, tapi tetap berharap mendapat putusan minimal.
"Tentu kita berharap hakim memberi putusan yang adil dan seringan-ringannya," ujarnya.
Sidang yang semula diagendakan mulai pukul 13.00 WIB, ternyata baru dilaksanakan mulai pukul 16.00 dengan dipimpin hakim Suwidya.
Mantan anggota DPR RI dari Fraksi Golkar itu dituntut hukuman maksimal seumur hidup oleh Jaksa KPK pada 16 Juni 2014. Tuntutan ini terkait sejumlah dakwaan, mulai dari suap, gratifikasi, pemerasan, dan pencucian uang. Selain itu, jaksa juga menetapkan denda terhadap Akil sebesar Rp10 miliar.
Dalam pembacaan nota pembelaan (pledoi) Senin (23/6/2014), Akil memiliki permintaan kepada majelis hakim.
“Saya mohon kepada majelis hakim untuk mencabut larangan hak memilih dan dipilih saya sebagai warganegara. Mengingat hal tersebut merupakan hukuman peninggalan kolonial yang mematikan hak-hak sipil warganegara yang dijamin udang-undang. Kalau tidak dikabulkan sekalian saja sabut hak warga negara juga dicabut,” kata Akil ketika membacakan pledoi.
Akil dijerat Pasal 12 huruf C (tentang penerimaan suap) Pasal 11 (tentang penerimaan gratifikasi) UU 20 tahun 2001 tentang Tipikor dan Pasal 3 dan Pasal 4 UU 8 Nomer 2010 tentang TPPU. Ancaman maksimal dari pasal tersebut di atas adalah hukuman seumur hidup.
Jaksa menilai Akil terbukti menerima hadiah atau janji untuk pengurusan 15 sengketa pilkada di MK. Selama menjalankan aksi, menurut jaksa, Akil menerima uang sejumlah Rp57,7 miliar plus 500 ribu dolar AS dari sejumlah pihak, sejak tahun 2010 hingga menjabat Ketua MK.
Akil, kata jaksa, menerima masing-masing Rp3 miliar, Rp1 miliar, Rp19,866 miliar, Rp500 juta, serta 500 ribu dolar AS untuk pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Lebak, Palembang, Lampung Selatan, dan Empat Lawang. Kemudian untuk pengurusan sengketa Pilkada Jawa Timur, Akil menerima janji Rp10 miliar.
Jaksa menilai aksi pencucian uang Akil pada kurun waktu 22 Oktober 2010 hingga 2 Oktober 2013 atau saat ia telah menjadi hakim konstitusi, benar-benar terbukti. Nilai dugaan pencucian uangnya mencapai Rp161,080 miliar.
Selain itu, KPK juga mengusut dugaan pencucian uang Akil pada kurun waktu 17 April 2002 hingga 21 Oktober 2010. Ketika itu Akil masih menjabat anggota DPR hingga akhirnya menjabat Hakim Konstitusi. Nilai dugaan pencucian uangnya sekitar Rp20 miliar.