Suara.com - Seorang ayah tega membunuh putrinya yang berusia remaja beserta suami yang baru saja dinikahinya, dengan menyembelih leher mereka. Berdasarkan keterangan polisi setempat, pembunuhan itu dilakukan karena pasangan tersebut menikah tanpa persetujuan keluarga.
Sebagaimana keterangan polisi setempat di sebuah desa di Pakistan, awalnya remaja putri berusia 17 tahun dan suaminya (31) itu dibujuk pulang oleh ayah-ibu si perempuan. Mereka dipanggil ke rumah dengan janji akan ada penyampaian persetujuan dari pihak keluarga.
Hanya saja ternyata, begitu keduanya sampai di rumah itu, mereka langsung diserang dan kemudian dibunuh.
"Ketika pasangan itu sampai di rumah, mereka diikat dengan tali. Lalu dia (ayah si perempuan) langsung menggorok leher mereka," ungkap petugas polisi setempat, Rana Zashid, seperti dikutip situs Mirror.co.uk, Sabtu (28/6/2014).
Pasangan itu diketahui baru saja menikah pada 18 Juni lalu, tanpa persetujuan keluarga mereka, di Satrah, sebuah desa masyarakat Punjab di wilayah timur Pakistan.
Polisi dilaporkan sudah menahan keluarga tersebut. Pihak keluarga sendiri mengaku alasan pembunuhan itu adalah karena mereka malu dengan pernikahan Muafia Hussein, nama sang putri, dengan lelaki dari suku yang kurang terhormat.
Untuk diketahui, tradisi di banyak wilayah di Pakistan memang masih menunjukkan dapat diterimanya pembunuhan seorang putri karena dianggap berperilaku tidak pantas. Perilaku "tak pantas" itu sendiri pun bervariasi, mulai dari bernyanyi, melongok ke luar jendela rumah, hingga berbicara dengan lelaki yang bukan keluarga. Menikahi lelaki pilihan sendiri, kerap dianggap sebagai sebuah penghinaan besar oleh seorang perempuan pada keluarganya.
Pihak Komnas HAM Pakistan mencatat, setidaknya sebanyak 869 "pembunuhan demi kehormatan" terjadi pada sepanjang tahun lalu saja, yang berarti ada beberapa pembunuhan dalam sehari. Ini berdasarkan data dari laporan media massa, yang dengan demikian angkanya berpotensi jauh lebih tinggi karena banyak yang tak dilaporkan.
Pemerintahan yang lemah di Pakistan, yang sejauh ini masih kesulitan mengurusi perekonomian selain juga penentangan dari Taliban, tidak bisa berbuat apa-apa terhadap masalah ini. Mereka tidak bisa menghimpun dan memiliki data statistik mengenai itu, serta belum punya strategi apa pun guna mengatasinya.
Hukum di Pakistan juga mengatur bahwa jika pembunuh seorang perempuan telah divonis pun, dia bisa saja dimaafkan oleh keluarga si perempuan (korban). Dalam kasus serupa, banyak keluarga bahkan sengaja mengajukan satu nama dari mereka sebagai pembunuh, sebelum lantas memberikan maaf untuknya.