B.J. Habibie dan Romantisme Ayah Sang Gatotkaca

Ruben Setiawan Suara.Com
Rabu, 25 Juni 2014 | 09:00 WIB
B.J. Habibie dan Romantisme Ayah Sang Gatotkaca
BJ Habibie (Twitter @bj_habibie )
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari ini, 78 tahun yang lalu, Bacharuddin Jusuf Habibie (B.J. Habibie) lahir di Parepare, Sulawesi Selatan. Habibie adalah presiden ketiga Republik Indonesia. Namun, reputasi sebagai begawan teknologi lebih melekat pada dirinya.

Habibie merupakan putra pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie, seorang ahli pertanian, dengan R.A. Tuti Marini Puspowardojo, seorang bangsawan asal Yogyakarta. Setelah kematian ayahnya pada tahun 1950, Habibie hijrah ke Jakarta, lalu melanjutkan pendidikan ke negeri Jerman pada tahun 1955.

Di Jerman, Habibie meraih gelar diploma pertamanya pada tahun 1960 dan bekerja sebagai asisten riset di Universitas RWTH Aachen. Dua tahun kemudian, Habibie cuti sakit dan pulang ke Indonesia. Saat pulang itulah, Habibie bertemu dengan Hasri Ainun Besari, bekas kawan perempuannya di SMA. Cinta pun bersemi dan mereka menikah. Tak lama setelah dinikai, Ainun diboyong Habibie ke Jerman. Saat itulah Habibie benar-benar berjuang untuk menafkahi keluarga kecilnya, apalagi setelah Ainun melahirkan anak pertama mereka. Habibie pun mencari kerja sampingan.

Saat bekerja di sebuah perusahaan pembuatan kereta api, Habibie menunjukkan prestasi yang baik bahkan ditawari menggantikan posisi CEO, namun dirinya menolak. Di tahun 1965, Habibie berhasil meraih gelar doktor atas disertasinya dalam bidang rekayasa kedirgantaraan. Berkat disertasinya itu, Habibie mendapat tawaran bekerja dari perusahaan pesawat besar seperti Boeing dan Airbus. Namun, Habibie juga menolak.

Tahun 1974, Indonesia memanggil Habibie. Kala itu, Presiden Soeharto sendiri yang merekrut Habibie untuk mengembangkan industri dalam negeri. Habibie mengawali karier dalam negerinya sebagai asisten khusus bos Pertamina. Dua tahun berselang, Habibie menjadi Kepala Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Di IPTN-lah, yang kemudian berubah nama menjadi PT. Dirgantara Indonesia, Habibie membidani pesawat pertama buatan Indonesia, N-250 Gatotkaca pada tahun 1995. Sayang, proyek tersebut mangkrak lantaran tidak mendapat pembiayaan dari Dana Moneter Internasional (IMF). Padahal, pesawat itu hanya butuh sertifikasi terbang saja, lalu bisa diproduksi secara massal.

Habibie diangkat sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998 setelah mundurnya Soeharto, orang yang berkuasa selama lebih dari 30 tahun di Indonesia. Di era pemerintahannya yang terbilang sangat singkat, yakni 517 hari, Habibie membuat sejumlah kebijakan yang dinilai penting untuk mencegah disintegrasi bangsa. Meski patut diakui, keputusannya mengadakan referendum atas Timor Timur, tak disangka-sangka justru membuat provinsi itu terlepas dari pangkuan ibu pertiwi.

Terlepas dari itu semua, Habibie masih menjadi tokoh yang dibanggakan dan patut dijadikan contoh bagi anak bangsa. Perjuangan dan ketulusannya berbakti bagi kemajuan negeri sungguh layak diapresiasi.

Habibie menulis kisah perjalanan hidupnya bersama Ainun, yang kini sudah almarhum, dalam sebuah buku berjudul Habibie & Ainun. Sebuah film romantis berjudul sama yang diadopsi dari buku tersebut diputar di layar lebar pada akhir tahun 2012 lalu.

Di usia yang terus bertambah, Habibie masih menjadi sosok yang menginspirasi. Kali ini dalam hal percintaan. Kicauan-kicauannya di Twitter menggugah sisi lembut manusia. Tampak sekali, usia tidak menggerus sisi romantis dari seorang Habibie.

REKOMENDASI

TERKINI