Suara.com - Mahkamah Agung menunda keputusan yang mengizinkan mantan Presiden dan pemimpin militer Pakistan, Pervez Musharraf pergi ke luar negeri. Keputusan ini diambil setelah Perdana Menteri Nawaz Sharif mengajukan banding atas keputusan pengadilan yang mengizinkan rivalnya itu untuk meninggalkan Pakistan.
Namun, keputusan Mahkamah Agung itu tidak definitive karena kasus ini akan digelar dalam waktu empat minggu ke depan. Juru bicara Mahkamah Agung Pakistan Shahid Komboh mengatakan, masih ada kemungkinan Musharraf bisa meninggalkan Pakistan.
Sebelumnya, Musharraf mengatakan, dia ingin larangan bepergian ke luar negeri seumur hidup dicabut. Karena, dia ingin melihat ibunya yang sakit di Dubai. Namun, musuhnya di Pakistan menilai, permintaan itu merupakan upaya Musharraf untuk kabur dari Pakistan dan menghindar dari penyelidikan kasus yang terjadi pada 1999-2008.
Musharraf dituding melakukan pengkhianatan ketika masih menjadi pemimpin militer di Pakistan. Itu terjadi saat dia menerapkan aturan gawat darurat pada 2007, yang baru pertama kali terjadi di Pakistan. Pelarangan Musharraf ke luar negeri telah memicu ketegangan antara kelompok militer dengan sipil.
Musharrfa diduga terlibat dalam pembunuhan pemimpin oposisi Benazir Bhutto pada 2007 dan juga pemimpin nasional Baluch, Nawab Akbar Bugti pada 2006. Pada 2008, Musharraf mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden dan menjalani pengasingan di Dubai. (AFP/CNA)