Suara.com - Paguyuban Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia melakukan eksaminasi terhadap putusan DKP yang memberhentikan Letjen TNI Purn Prabowo Subianto dari keanggotan militer.
Melalui pesan singkat yang dikirimkan kepada suara.com, Senin (23/6/2014), mantan Kasum TNI Letjen TNI (Purn) J. Suryo Prabowo mengatakan bahwa eksaminasi itu menghasilkan pandangan yang menyebutkan pembentukan DKP berdasarkan Skep Pangab No: Skep/838/XI/1995 tanggal 27 November 1995 adalah tidak sah.
"Skep tersebut tidak mengatur DKP untuk perwira tinggi. Komposisi anggota DKP juga dinilai tidak tepat dan pengarsipan dokumen DKP tidak ditemukan di Mabes TNI," kata Suryo yang saat ini berada di Hotel Intercontinental Jakarta.
Suryo menambahkan dalam surat DKP yang tanpa melalui penyidikan 'pro justicia,' Prabowo dinyatakan telah memerintahkan Satgas Mawar dan Satgas Merpati untuk melakukan pengungkapan, penangkapan, dan penahanan.
"Bukan penculikan terhadap sembilan aktivis PRD. Kesembilan orang tersebut selamat dan dibebaskan. Secara implisit DKP menyatakan Prabowo sama sekali tidak terlibat dengan hilangnya 13 orang aktivis lainnya," kata Suryo.
Suryo mengatakan DKP sama sekali tidak melihat adanya keterkaitan Prabowo Subianto dengan kerusuhan yang terjadi pada bulan Mei 1998 serta penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti.
Dikatakan, pada tahun 1999, Menhankam Wiranto secara verbal menyatakan bahwa Prabowo Subianto tidak terlibat kasus pelanggaran HAM dan bukan dalang kerusuhan Mei 1998.
"Saat itu disampaikan alasan Prabowo (menantu Soeharto) diberhentikan, adalah untuk meredam kemarahan publik terhadap Presiden Soeharto," katanya.
Suryo membuat kesimpulan bahwa DKP tidak menyatakan Prabowo Subianto sebagai pelanggar HAM dalam kasus-kasus seputar kerusuhan Mei 1998. DKP pada tahun 1999 telah diakui Wiranto, murni produk konspirasi politis untuk membunuh karakter Prabowo Subianto.
Dikatakan, pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas keprajuritan murni karena alasan politis, berbeda dengan alasan yang digunakan Presiden Abdurrachman Wahid (Gus Dur) ketika memecat Wiranto dan Jusuf Kala dari jabatan menteri.