Suara.com - Analis politik Universitas Diponegoro Semarang Budi Setiyono menilai pengujian kemampuan bahasa asing calon presiden dan wakil presiden perlu diberikan secara spontan.
"Rakyat pasti ingin tahu bagaimana kemampuan bahasa Inggris maupun bahasa asing lain dari calon pemimpinnya. Dalam debat sebenarnya bisa diakomodasi pengujian kemampuan itu," katanya di Semarang, Minggu (22/6/2014).
Menurut dia, materi debat capres memang tidak perlu menggunakan bahasa Inggris secara keseluruhan sebab sebagian besar masyarakat yang menonton malah tidak mengerti materi apa yang disampaikan.
Kemampuan bahasa Inggris atau bahasa asing, kata penasihat politik pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi itu, cukup diujikan dalam separuh sesi debat atau setidaknya dalam salah satu sesi debat.
"Kalau bisa, tidak usah diatur secara formal atau dijadwalkan. Namun, sifatnya spontan. Moderator bisa melakukan gebrakan untuk menguji kemampuan bahasa asing masing-masing kandidat capres," katanya.
Ia mengatakan bahwa pengujian kemampuan bahasa asing bisa dilakukan saat penyampaian kata penutup menjelang penutupan debat dan moderator langsung saja mempersilakan kandidat menyampaikan dengan bahasa asing.
"Akan tetapi, sifatnya opsional. Kalau ada yang tidak mau menggunakan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, ya, dipersilakan menggunakan bahasa Indonesia. Rakyat sendiri yang menilai," katanya.
Budi mengungkapkan bahwa sifat pengujian kemampuan bahasa asing yang spontan dimaksudkan untuk menghindari masing-masing kandidat mempersiapkan teks bahasa Inggris atau asing sebelum pelaksanaan debat.
"Ya, spontan saja. Moderator bisa memanfaatkan salah satu sesi. Kalau seluruh sesi pakai bahasa asing apa, ya, penontonnya 'mudeng'? Bagi masyarakat, cukup tahu kemampuan bahasa asing calon pemimpinnya," katanya. (Antara)