Suara.com - Mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum langsung merespon setelah eksepsinya ditolak oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada persidangan lanjutan yang digelar Kamis (19/6/2014).
"Saya ingin diadili, bukan dihakimi apalagi dijaksai," ujar Anas usai mendengarkan putusan sela dari Hakim Tipikor.
Sebelumnya dia juga sempat mengatakan kalau fakta persidangan menunjukkan Majelis Hakim tidak semua sependapat, serta menandakan masih ada keraguan soal kasus yang melilitnya.
Dia hanya berharap proses pengadilan selanjutnya bisa berlangsung jujur dan adil tanpa rekayasa.
“Jadi kita harus menghormati persidangan secara salah satu caranya adalah fakta persidangan di hargai dan digunakan betul-betul sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan atau vonisnya kelak ketika prosesnya sudah final,” kata Anas.
Dalam sidang lanjutan putusan sela Anas, terdapat dua, dari lima hakim yang berbeda pendapat atau dissenting opinion soal kewenangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menuntut dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kedua hakim itu yakni Slamet Subagyo dan Joko Subagyo. Mereka menilai jaksa KPK tidak mempunyai wewenang menuntut Anas dengan pasal TPPU.
"(KPK) tidak memiliki kewenangan dalam hal itu (TPPU)," ucap Slamet dalam membacakan dissenting opinionnya di Pengadilan Tipikor.
Walaupun ada dua hakim yang tidak setuju terkait pasal TPPU, Majelis Hakim tetap menolak eksepsi atau nota keberatan Anas dan tim kuasa hukumnya terhadap dakwaan Jaksa KPK.
Dalam dakwaan, Anas diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain, berupa 1 unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire B 69 AUD senilai Rp735 juta, serta uang Rp116,525 miliar, dan 5,261 juta dolar Amerika Serikat.