Suara.com - Calon presiden nomor urut dua, Joko Widodo, menganggap isu rekaman dan transkrip percakapan antara Megawati Soekarnoputri dan Jaksa Agung Basrief Arief tentang penanganan kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta, sebagai hal yang tidak masuk akal.
"Kok bisa? Logikanya darimana? Gak masuk logika. Ada surat yang saya tanda tangani dikeluarin. Gila apa melakukan hal-hal kayak gitu," kata Jokowi di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (18/6/2014) malam.
Menurut Jokowi penyebaran isu tersebut merupakan bagian dari black campaign untuk membangun opini negatif di tengah masyarakat tentang dirinya.
Jokowi mengatakan karena dirinya dan JK tidak memiliki catatan buruk, lawan politiknya terus-menerus mencari celah yang bisa dimanfaatkan untuk menjatuhkan elektabilitasnya.
"Ya ndak usah diberitahulah. Kayak gitu sudah jelaslah. Dulu ndak mempan dengan tanda tangan, sekarang pakai suara gantian. Buat seperti itu kan gampang," katanya.
Jokowi menyebut orang-orang yang menciptakan isu tersebut adalah dari kalangan yang tidak berkompeten.
Kendati isu tersebut dianggap fitnah, Jokowi dan tim tidak akan langsung melaporkannya ke polisi, melainkan akan mempelajarinya terlebih dahulu.
"Itu dikeluarkan sama orang yang tidak berkompeten. Jurusnya beda-beda, tapi tidak berdasar. Karena ini ndak mempan, dicari yang mempan mana, gitu aja. Ya, biar nanti kita pelajari oleh tim hukum kita," kata Jokowi.
Walaupun belum mendapat pengaduan, Jokowi berharap polisi pro-aktif dalam merespon kasus tersebut.
"Ya memang harus tegas, orangnya sudah jelas. Nanti tinggal kita anukan ke aparatnya saja. Ndak ada klarifikasi-klarifikasian, pidananya sudah jelas," kata Jokowi di Tegal, Jawa Tengah, Kamis (19/6/2014).
Isu transkrip rekaman percakapan menjadi perhatian setelah Faizal Assegaf dari Ketua Progres 98 mengaku telah menerima bocoran transkrip rekaman pembicaraan antara Jaksa Agung dan petinggi PDI Perjuangan yang isinya minta kejaksaan tidak menyeret Jokowi sebagai tersangka kasus korupsi bus Transjakarta senilai Rp1,5 triliun.
Faizal mengaku rekaman dan transkrip percakapan telepon tersebut ia terima dari seorang utusan salah satu petinggi KPK pada 6 Juni 2014. Transkrip itu, kata Faizal, akan diserahkan kepada Kejagung untuk meminta klarifikasi.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto membantah pernyataan Faizal. Ia memastikan tidak ada rekaman maupun transkrip hasil penyadapan KPK yang keluar. Ia menilai pernyataan Faizal tidak masuk akal.
"Sistem law full intercept (penyadapan secara sah) yang dimiliki KPK-lah yang menjaga akuntabilitas proses perekaman. Itu sebabnya info soal rekaman yang berasal dari KPK atau pimpinan KPK itu sangat tidak logis, mendistorsi, dan memutarbalikkan akal sehat dan ditujukan hanya untuk menghancurkan kredibilitas pimpinan dan lembaga KPK saja," kata Bambang.