Suara.com - Prajurit TNI tidak boleh bermain-main di area politik praktis. TNI harus menjadi pengawal jalannya demokrasi di Indonesia.
Demikian disampaikan oleh Asrenum Panglima TNI Mayjen TNI Muktiyanto dalam pernyataan pers yang diterima suara.com, Rabu (18/6/2014).
Asrenum Panglima TNI menegaskan bahwa pemilihan presiden tinggal sebentar lagi. Di tengah konstelasi politik yang semakin meningkat, TNI tidak boleh terpengaruh bujukan atau rayuan atas dasar loyalitas dan kesetiaan masa lalu, iming-iming uang.
Dalam kondisi situasi politik yang diwarnai saling curiga, saling menarik perhatian, dan intrik politik, prajurit TNI harus tetap netral. Prajurit, katanya, harus tetap bertugas secara profesional dan tidak terpancing oleh isu-isu yang sedang berkembang.
Kendati demikian, kata Muktiyanto, bukan berarti prajurit TNI apatis atau tidak mau tahu terhadap perkembangan situasi politik yang terjadi.
“Cermati, ikuti tren perkembangan yang terjadi, agar kita mampu menyikapi dan tidak terdadak terhadap apapun situasi yang akan terjadi,” kata Asrenum Panglima TNI.
Isu tentang netralitas TNI menjelang Pemilu Presiden menghangat karena sempat ada indikasi keterlibatan oknum TNI menggalang dukungan untuk capres tertentu.
Pemilu Presiden yang akan diselenggarakan 9 Juli 2014 diikuti oleh pasangan nomor urut satu, Prabowo Subianto - Hatta Rajasa, dan pasangan nomor urut dua, Joko Widodo dan Jusuf Kalla.