Suara.com - Tim hukum pasangan nomor urut satu, calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan calon wakil presiden (cawapres) Hatta Rajasa melaporkan iklan PT Bintang Toedjoe ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Selasa (17/6/2014).
"Hari ini kami melaporkan iklan jamu Tolak Angin Bintang Toedjoe ke Bawaslu. Karena diduga merupakan iklan terselubung yang digunakan untuk mendongkrak elektabilitas pasangan nomor 2 capres-cawapres Jokowi-JK," kata Habiburokhman.
Dia mengatakan, ada tiga hal yang menjadi dasar pelaporan ini. Yang pertama, kata Habiburokhman, adalah penggunaan kemeja kotak-kotak yang motifnya sama dengan kemeja kotak-kotak merah, biru, putih dengan foto Jokowi di surat suara.
Kedua, sambungnya, pemeran iklan tersebut secara vulgar menyampaikan gestur yang menunjukkan dukungannya ke capres nomor dua. Yaitu, dengan mengacungkan jari telunjuk dan tengah secara bersamaan yang menyimbolkan nomor urut Jokowi dalam pilpres 2014.
Ketiga, lanjutnya, pemeran iklan tersebut menyampaikan pesan-pesan yang secara umum berisi ajakan memilih capres nomor dua dengan membuat sosok yang mirip dengan Jokowi, baik sifat dan fisik.
"Dia mengkampanyekan seolah-olah Jokowi adalah orang yang bersih, jujur dan ojo dumeh," katanya.
Dalam laporan ini, Habiburokhman menilai, iklan jamu tolak angin tersebut dianggap sebagai iklan kampanye terselubung. Karena ditayangkan dengan puluhan spot dan durasi yang cukup panjang. Dia pun membawa rekaman video ini sebagai lampiran.
"Ini iklan kampanye atau iklan produk? Harus jelas sikap politik mereka, jika memang mau dukung Jokowi ya sampaikan secara terbuka dengan iklan yang murni dan jelas kampanye," katanya.
Dia menilai, iklan ini merupakan pelanggaran serius terhadap pasal 53 Ayat 1 UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, yYang berbunyi, 'Batas maksimum penayangan iklan kampanye di televisi untuk setiap pasangan calon secara kumulatif sebanyak 10 spot berdurasi paling lama 30 detik untuk setiap stasiun televisi selama masa kampanye'.
"Kepada PT Bintang Toedjoe kami berharap agar mereka tidak memanipulasi dan mengarahkan aspirasi publik ke pasangan nomor dua dengan cara yang tidak bermartabat," ungkap Habiburokhman.