Suara.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum memutuskan untuk meminta tafsir Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-Undang nomor 42 tahun 2008 (UU Pemilihan Presiden). Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, tafsir itu masih dalam tahap kajian.
"Ada beberapa usulan, pertama KPU tetap ikuti aturan yang ada. Kedua, ada yang nyatakan perlu fatwa dari MK. Ketiga, ada yang usul untuk tafsir ini hanya perlu konsultasi ke DPR dan pemerintah, karena mereka pembuat undang-undang. Ada juga yang usulkan biar saja posisi seperti sekarang toh nanti ada gugatan ke MK," tutur Husni usai acara Ulang Tahun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kantor DKPP, Jakarta, Kamis (12/6/2014).
Namun, Husni mengatakan belum ada keputusan yang tepat atas tafsir ini. Menurutnya, perlu pleno yang dilakukan oleh seluruh pimpinan KPU. Dia berharap, keputusan itu bisa keluar secepatnya.
"Keputusan itu akan dibahas dalam pleno," tegasnya.
Untuk diketahui, pada Pasal 6a UU 42 tahun 2008 (UU Pilpres), syarat pasangan calon menang dalam Pemilu yaitu mendapatkan suara 50 persen plus satu dari jumlah suara sah nasional, dan mendapat 20 persen suara sah di lebih dari separuh provinsi di Indonesia.
Jika pasangan calon pilpres tidak memenuhi syarat perolehan tersebut, maka dua pasangan calon dengan perolehan suara terbanyak kembali bertarung pada putaran kedua.
Menjadi persoalan yakni, pada pemilu kali ini hanya ada dua pasangan calon, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Dalam ketentuan UU tersebut tidak disebutkan apakah hal tersebut berlaku jika peserta Pilpres hanya dua pasangan calon.