Suara.com - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengakui, perkenalan antara terdakwa kasus pencucian uang terkait proyek Hambalang Anas Urbaningrum dengan bekas Sekretaris Menpora, yang juga terpidana 5 tahun kasus Hambalang, Wafid Muharram, sudah berlangsung sejak 2008.
Hal itu disampaikan Nazaruddin saat bersaksi untuk terdakwa mantan Menpora Andi Malarangeng di Pengadilan Tipikor, Rabu (11/6/2014).
"Wafid itu sama Mas Anas semenjak 2008 sudah saling kenal. Di mana 2008 itu ada isu mau reshuffle kabinet dan mas Anas diisukan jadi Menteri di Kemenpora. Mas Anas dengan Wafid berkomunikasi intens sejak itu," kata Nazaruddin.
Menurut Nazaruddin pada saat itulah Wafid menceritakan bahwa ada proyek Rp2,5 triliun di Kemenpora.
Dari awal proyek ini diinginkan oleh Anas Urbaningrum , tapi belakangan dalam perkembangannya yang menjadi Menpora adalah Andi Malaranggeng.
Andi sempat ingin menggantikan semua pegawai Eselon Satu, termasuk Wafid. Hal inilah yang mendorong bekas Ketum Demokrat itu meminta Nazaruddin untuk melobby agar Wafid dipertahankan.
“Dari awal mas Anas inginkan proyek ini didapati orang-orangnya mas Anas. Dan ketika Menpora, Andi Malaranggeng ingin menggantikan semua pegawai Eselon Satu, saat itulah mas Anas mengkondisikan kita untuk tetap mempertahankan Wafid Muharam, karena kalau tidak proyek Hambalang akan buyar semuanya," terang Nazaruddin.
Anas Urbaningrum disebut menerima pemberian sebagai imbalan mengurus proyek Hambalang dan proyek di Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, serta proyek lain yang dibiayai APBN.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Kristiana, menyatakan, Anas ketika menjadi anggota DPR menerima hadiah atau janji sebagai sogokan atas usahanya menggarap proyek-proyek pemerintah.
Hadiah atau janji itu berupa satu mobil Toyota Harrier dengan nomor polisi B 15 AUD senilai Rp 670 juta, satu Toyota Vellfire dengan polisi B 69 AUD senilai Rp 735 juta, uang untuk kegiatan survei pemenangan Anas di Kongres Partai Demokrat 2010 senilai Rp 478.632.230 juta, serta uang sejumlah Rp 116.525.650.000 dan USD 5,261,070.
Sementara dalam dugaan pencucian uang, Anas berupaya menyamarkan uang sebesar Rp20.880.100.000. Uang itu diperoleh Anas dari berbagai sumber.
Uang itu di antaranya gaji sebagai anggota DPR sebesar Rp194.680.800 dan tunjangan Rp339.691.000, sisa dana persiapan pemenangan dalam Kongres Partai Demokrat 2010 sekitar USD 1,300,000 dan Rp700 juta.