Suara.com - Komisi Pertahanan DPR mendesak Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro untuk mengungkap pelaku pembocoran dokumen pemberhentian Letjen TNI (waktu itu) Prabowo Subianto dari dinas keprajuritan Angkatan Bersenjatan Republik Indonesia dengan hak pensiun perwira tinggi (PATI).
Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR Tantowi Yahya mengatakan, dokumen pemecatan tersebut merupakan dokumen rahasia negara sehingga tidak bisa dibocorkan ke publik.
Kata Tantowi, orang yang membocorkan dokumen tersebut bisa dikenakan sanksi hukukuman pidana sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.
“Dalam UU KIP itu kan disebutkan soal dokumen rahasia negara. Buat yang membocorkan bisa dipidana. Dokumen pemecatan Prabowo itu merupakan dokumen rahasia kan umurnya belum 20 tahun. Karena itu, kami berharap Menhan bisa segera menyelidiki kasus bocornya dokumen ini,” kata Tantowi kepada suara.com melalui sambungan telepon, Rabu (11/6/2014).
Tantowi menduga, bocornya dokumen itu sebagai upaya kampaye negatif kepada Prabowo yang tengah mencalonkan diri sebagai Presiden.
“Saya tidak bisa mengatakan bahwa hal itu tidak terkait dengan pemilu Presiden karena bocornya berdekatan sekali dengan pilpes dan tuduhan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pak Prabowo. Jadi sudah jelas bahwa ini merupakan bagian dari kampanye negatif yang ditujukan kepada Prabowo,” tegas Tantowi.
Sebelumnya, Juru bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha membenarkan adanya Keputusan Presiden Nomor 62/ABRI/1998 tanggal 20 November 1998 yang ditandatangani oleh Presiden Bacharudin Jusuf Habibie terkait pemberhentian Letjen TNI (waktu itu) Prabowo Subianto.
Menurut Julian, Prabowo diberhentikan dengan hormat.
“Kepres itu merujuk atas surat Menhankam/Pangab saat itu ya, dan dari usulan yang diperhatikan dalam penertiban Kepres itu berasal dari usulan Pangab, maka intinya adalah memberhentikan dengan hormat Letjen Prabowo Subianto dari kedinasannya di TNI,” kata Julian.