Suara.com - Sekitar 100 orang jemaat dari GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia, Minggu (8/6/2014), kembali beribadah di seberang Istana Merdeka Jakarta. Pemerintah daerah di Bekasi dan Bogor menolak mematuhi hukum nasional dan Konstitusi Republik Indonesia sehingga sampai saat ini, kedua gereja yang sah tetap dikunci dan disegel secara ilegal.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sebenarnya memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan tegaknya hukum dan Konstitusi negara, ternyata selama bertahun-tahun secara sadar memilih mengabaikan kewajiban konstitusionalnya itu.
"Celakanya, kita juga belum tahu apakah dua kandidat presiden yang sekarang berkompetisi di pemilihan presiden, akan punya niatan, rencana dan nyali untuk menolak tunduk pada kekuatan-kekuatan intoleran antikeberagaman yang belakangan ini makin marak di Indonesia. Negara membiarkan dirinya disandera kelompok intoleran,” kata Bona Sigalingging, Juru Bicara GKI Yasmin, dalam surat elektronik yang diterima suara.com, Minggu (8/62014).
Ibadah hari ini dipimpin oleh Pendeta Edwin dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Dalam khotbahnya, Pendeta Edwin meminta jemaat untuk memelihara semangat Roh Kudus yang dicurahkan oleh Tuhan Yesus.
"Peliharalah semangat memelihara kebenaran, menyatakan kebenaran, bagi semua tanpa terkecuali," kata Edwin.
Menanggapi janji kampanye Hasyim Djojohadikusumo, adik Prabowo Subianto, bahwa GKI Yasmin dibuka apabila capres dari Partai Gerindra itu menjadi pemenang, Bona Sigalingging berharap agar kasus diskriminasi pada warga negara seperti yang dialami GKI Yasmin tidak dijadikan komoditas politik kontestan pemilu.
"Bicarakanlah, dan ambilah tindakan untuk menghentikan diskriminasi pada GKI Yasmin, bukan sekadar sebagai jualan kampanye, tetapi sebagai komitmen sungguh-sungguh dan utuh untuk menjalankan hukum dan Konstitusi RI. Bila memang Prabowo sungguh-sungguh, utuh dan teguh ingin tegakkan hukum dan Konstitusi, dia bisa memastikan GKI Yasmin dibuka hari ini, Minggu 8 Juni 2014 bukan setelah dia jadi presiden,” katanya.
Bona menambahkan, menurut kesaksian di bawah sumpah dari beberapa saksi di dalam sidang Pengadilan Tata Usaha Negara di Bandung, orang-orang yang melakukan demo-demo antikeberagaman soal GKI Yasmin adalah kader-kader PKS yang bergabung dalam koalisi Prabowo.
“Kemudian, saat ini, Wali Kota Bogor adalah kader partai PAN. PKS dan PAN sudah berkoalisi dengan Prabowo. Maka, logislah, jika ucapan Prabowo bukan sekedar jualan kampanye, dia punya kapasitas untuk menghentikan diskriminasi pada GKI Yasmin hari ini juga sesuai perintah putusan MA, Ombudsman dan Konstitusi, bukan harus menanti dia jadi presiden terlebih dahulu. Lagipula, soal diskriminasi pada kelompok minoritas bukan hanya pada GKI Yasmin, tetapi juga pada Gereja-gereja lain, pada Ahmadiyah, pada Syiah dan lain-lain.", kata Bona Sigalingging.