Suara.com - Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (4/6/2014), Jusuf Kalla (JK) mendapat pertanyaan tentang teknis pelaksanaan sidang konferensi pascatsunami Aceh dan teror bom yang terjadi di Bali.
"Apa setelah enam bulan ada perintah konferensi yang sifatnya darurat? Karena jika dilihat saat itu kondisinya sudah stabil," demikian pertanyaan Hakim Anggota I Made Hendra kepada JK. JK dihadirkan di ruang sidang untuk menjadi saksi bagi terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Sudjadnan.
JK menjawab dan dalam jawaban, ia menekankan bahwa ketika itu, pemerintah harus memperbaiki citra Indonesia di mata dunia.
"Image itu panjang, Image keamanan harus dibina terus menerus, Bali aman, Bali aman," kata JK.
Rupanya hakim belum puas dengan jawaban JK. Alasannya, hakim bermaksud untuk minta penjelasan teknis penyelenggaraan konferensi. Hakim menilai, sebelum sidang konferensi digelar, Indonesia sesungguhnya dalam keadaan aman.
"Setelah enam bulan persiapan konferensi mengacu ketentuan darurat apa normal?" kata Made.
Selanjutnya, JK mengatakan Perpu Darurat tidak dicabut sehingga konferensi tetap dianggap darurat dan tanpa melalui pelelangan. Tapi, JK mengaku tidak mengetahui teknis konferensi tersebut karena seluruhnya merupakan wewenang Departemen Luar Negeri.
Lebih jauh, Jaksa KPK Kadek Wiradhana bertanya kepada JK tentang asal muasal dana untuk membebaskan sandera di Filipina.
"Biaya pembebasan sandera tahun berapa? Biaya dari APBN?" katanya.
JK mengungkapkan kebijakan itu adalah bagian dari operasi rahasia dari Deplu. Ia menambahkan, setiap departemen memiliki kebijakan masing-masing dalam kondisi darurat.