"Sebenarnya ada pro kontra juga saat saya masuk Lemhanas. Ada sebagian orang yang tidak suka Lemhanas dimasuki oleh anak umur 28 tahun. Akhirnya, begitulah, saya dites. Saya dijadikan ketua kelompok dengan personil yang bandel-bandel," kata Ridho.
Suka duka ia jalani. Tetapi hasilnya bagus. Ia lulus. Setelah lulus Lemhamnas, Ridho tak langsung masuk ke dunia politik.
Di website pribadi, Ridho mengaku baru mulai masuk ke ranah politik setelah Anas Urbaningrum terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat pada 23 Mei 2010. Menyusul kondisi itu, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Lampung berantakan.
"Saya lalu diminta jadi ketua DPD. Padahal saat itu saya belum di Partai Demokrat," katanya. "Yang lucu di sini adalah Partai Demokrat sendiri baru dua kali kongres untuk memilih ketua umum. Tapi di Lampung, saya adalah ketua DPD yang ke-7. Ya, itu karena saking seringnya mereka gonta-ganti pemimpin."
Ridho mengaku dibuat stres selama memimpin partai karena banyak masalah yang harus dihadapi. Pengalaman berorganisasi yang selama ini ia dapatkan, sangat bermanfaat. Ia berhasil mengelola permasalahan dan bisa mengatasi situasi.
"Saya dan tim Partai Demokrat menangani pilkada untuk menggolkan para kader kami menjadi bupati. Selama dua tahun saya memimpin DPD Lampung, pada 2011 dilakukan tiga pilkada tingkat kabupaten dan kami merebut dua kemenangan. Begitu juga pada 2012," katanya.
Pengalaman di birokrasi kemudian menjadi modal kuat bagi Ridho untuk maju ke pemilihan gubernur.
Walau usianya sangat muda, bagi Ridho saat ini bukan soal tua atau muda yang dibutuhkan masyarakat Lampung. Masyarakat, katanya, menginginkan perubahan dan menjadi lebih baik.
"Yang berpikiran positif akan bilang: Kalau kita ingin perubahan, anak muda, kenapa tidak? Anak muda selalu berpikir progresif. Dari situ, mari kita buktikan," kata Ridho.