Suara.com - Organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) kembali berbeda dalam penetapan awal Ramadhan 1435 Hijriah. Muhammadiyah sudah menetapkan awal bulan puasa pada 28 Juni 2014, sedangkan NU memperkirakan pada 29 Juni 2014.
"Muhammadiyah menetapkan awal puasa jatuh pada 28 Juni 2014, dasarnya menurut Hisab Hakiki dengan kriteria Wujudul Hilal," kata Sekretaris PW Muhammadiyah Jatim H Nadjib Hamid di Surabaya, Minggu (1/6/2014).
Dia mengatakan Ramadhan akan berbeda lagi dengan NU, namun lebaran Idul Fitri sepertinya akan tetap sama. Dengan dasar/kriteria itu, ijtimak menjelang Ramadhan terjadi pada hari Jumat, 27 Juni 2014 pukul 15.10 WIB. Saat matahari terbenam, hilal (rembulan usia muda yang menjadi tanda pergantian awal kalender) sudah wujud dengan ketinggian 31 menit dan 17 detik.
"Artinya, 27 Juni malam sudah shalat tarawih, jadi diperkirakan tidak bersamaan lagi, karena kurang dari 2 derajat, tapi hari raya (Idul Fitri) akan bersamaan," katanya.
Secara terpisah, Wakil Ketua PWNU Jawa Timur HM Sholeh Hayat yang juga koordinator Rukyatul Hilal PWNU Jatim, menegaskan bahwa awal Ramadhan 1435 H jatuh pada hari Minggu tanggal 29 Juni 2014 sekitar pukul 15.20 WIB sore dengan posisi hilal 0,085 derajat.
"Karena posisi hilal yang sulit dirukyat itu, maka bulan Sya'ban diistikmalkan (digenapkan/disempurnakan) menjadi 30 hari, tapi hal itu masih merupakan hasil hisab (perhitungan matematis) dan NU masih akan melakukan rukyatul hilal (perhitungan awal kalender dengan melihat hilal secara kasat mata)," katanya.
Ketua Umum MUI Din Syamsuddin menilai metode Astrofotografi bisa menjadi "jembatan" atau jalan tengah bagi hisab (perhitungan matematis) dan rukyat (melihat bulan sabit secara kasat mata) dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal (Idul Fitri).
"Astrofotografi (astronomi direkam secara foto/video) itu jalan keluar terbaik, asalkan umat mau menerima rukyat bil ilmi (rukyat secara iptek) itu," katanya. (Antara)