Suara.com - Pemerintah perlu mengambil peran dalam meluruskan black campaign di media sosial saat masa pemilihan presiden (Pilpres) 2014 ini. Sebab, bila tidak black campaign yang ada dalam media sosial akan semakin liar.
Hal itu dikatakan pengamat media sosial dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajad Sulistyo Widhyharto.
"Konteks netralitas Pemilu Jokowi melawan Prabowo perlu diperankan negara yang menyelenggarakan Pemilu. Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) perlu kritis, meski Menterinya (Tiffatul Sembiring, Politisi PKS) masuk ke kubu Prabowo. KPU dan Bawaslu juga perlu kritis untuk ini," kata Derajad saat dihubungi suara.com, Kamis (29/5/2014).
Menurutnya, edukasi penggunaan media sosial yang cerdas dalam berpolitik penting, apalagi dengan adanya momentum Pemilu kali ini. Di mana, masa ini akan terus dilakukan dalam kurun waktu lima tahun sekali.
"Edukasi ini penting untuk pemilih. Bisa untuk memotong generasi mendatang. Ini edukasi politik, utnuk mengedukasi partisipasi politik, ini waktunya. Ini momentumnya," kata Derajad.
Selain itu, dia mengatakan, perlu melihat dampak yang akan diberikan. Di mana saat ini pengguna media sosial sudah mencapai 50 juta orang.
"Bahkan, prediksi Asosiasi Pengguna Jaringan Internet untuk tahun ini mencapai 100 juta. Tentu ini menjadi potensial arena," kata Derajad.