Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang Korban Kekerasan (KontraS) dan Koalisi Melawan Lupa meminta supaya dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tentang pemecatan Prabowo Subianto pada masa Mei 1998 lalu diungkap.
"Dokumen DKP itu menyebut Prabowo dipecat. Kalau ada dipecat karena apa?" tutur salah satu anggota Koalisi Melawan Lupa, Ketua Setara Institute Hendardi, yang datang bersama rombongan ke DPP Persatuan Purnawirawan TNI dan ABRI (Pepabri), di Jalan Diponogoro, Senin (26/5/2014).
Hendardi mengatakan, umumnya hukuman yang diberikan oleh DKP untuk seorang perwira adalah masalah etika. Dia pun ingin mengetahui etika apa yang dilanggar oleh calon presiden Prabowo pada Mei 1998 lalu.
"Prabowo sendiri sudah mencalonkan menjadi presiden. Saya nggak mau punya presiden dengan masa lalu yang gelap. Dan ingat belum ada pengadilan untuk ini. Yang ada hanyalah sidang DKP. Itu yang akan jadi diskusi kami dengan Agum," tutur Hendardi yang menambahkan akan melanjutkan tujuannya ke Mabes TNI.
Sementara itu, turut hadir, keluarga korban Mei 1998 Irma, Mahasiswa Atmajaya yang tewas pada peristiwa Semanggi I. Ibunda Irma, Sumarsih berharap, pertemuan dengan Agum ini memberikannya secercah harapan atas kematian anaknya.
"Kami inginkan masa depan Indonesia ini jadi lebih baik. Ini harus selesai," kata Sumarsih.
Maksud kedatangannya itu untuk menindaklanjuti pertemuan KontraS dengan Ketua DPP Pepabri Agum Gumelar beberapa waktu lalu tentang hasil peristiwa Mei 1998 di mana, pemecatan Prabowo tertuang dalam DKP itu. Namun,belakangan pertemuan batal.
"Ada sedikit kendala teknis dan politis. Memang sebetulnya hari ini kami jadwalkan pertemuan dengan Pepabri membicarakan peristiwa Mei. Karena pertemuan ditunda kami akan reschedule dan kami akan minta ke Mabes TNI untuk mengetahui keputusan DKP itu," kata Kordinator KontraS Haris Azhar.