Kaki Bocah Ini Diikat di Tiang Halte Bus Saat Neneknya Bekerja

Ririn Indriani Suara.Com
Senin, 26 Mei 2014 | 06:22 WIB
Kaki Bocah Ini Diikat di Tiang Halte Bus Saat Neneknya Bekerja
Lakhan Kale (9) bersama neneknya, Sakhubai Kale (66). (Sumber: Daily Mail)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bocah sembilan tahun yang mengenakan pakaian biru berbaring lesu di trotoar di Mumbai. Pergelangan kakinya diikat dengan tali ke salah satu tiang halte bus, padahal sore itu sinar matahari begitu terik.

Meski banyak orang lalu lalang di trotoar itu, tapi mereka tak memedulikan keadaan bocah lelaki yang bernama Lakhan Kale itu, sungguh pemandangan yang menyedihkan.

Yang lebih menyayat hati, anak laki-laki tersebut ternyata memiliki keterbatasan fisik. Ia tidak bisa mendengar atau berbicara, bahkan ia juga menderita cerebral palsy dan epilepsi, seperti dilansir dari Metro.

Kondisi inilah yang membuat nenek sekaligus pengasuhnya memilih untuk mengikatnya agar Lakhan tetap aman disaat sang nenek pergi bekerja.

Yah, hari-harinya neneknya jualan mainan dan karangan bunga di pinggir jalan kota demi memenuhi kebutuhan hidup.

"Apa lagi yang bisa saya lakukan? Dia tidak bisa bicara, jadi bagaimana dia bisa memberitahu orang jika ia hilang? " kata Sakhubai Kale (66), seorang tunawisma.

Ia bercerita bahwa ayah Lakhan meninggal beberapa tahun lalu dan ibunya telah pergi meninggalkan cucunya itu.

Foto Lakhan dalam kondisi pergelangan kakinya diikat di salah satu tiang halte bus muncul di sebuah koran lokal pekan lalu.

Berita memprihatinkan itu tentu saja menimbulkan kekhawatiran sekaligus rasa simpatik dari banyak kalangan, termasuk lembaga sosial dan kepolisian.

Inilah yang kemudian membuat mereka tergerak untuk membawa Lakhan agar dirawat dengan baik di sebuah lembaga sosial yang dikelola pemerintah

Namun menurut para aktivis di Mumbai, Lakhan merupakan contoh kecil dari penderitaan anak-anak dengan keterbatasan fisik yang hidup di jalanan. Masih banyak lagi kasus serupa lainnya di India di mana anak atau orang cacat menghadapi stigma dan diskriminasi sehari-hari, serta kurangnya fasilitas untuk membantu mereka.

Kale mengatakan Lakhan 'cenderung berkelana' dan tidak ada orang lain untuk menghentikannya berjalan ke jalan raya, sementara dia dan cucu Rekha (12) sedang mencari nafkah.

"Saya seorang perempuan tua tunggal. Tidak ada yang memperhatikan saya sampai laporan surat kabar itu muncul," katanya.

"Dia berada di sekolah khusus, tetapi mereka mengirimnya kembali."

Seorang pekerja sosial bernama Meena Mutha telah berhasil menempatkan Lakhan di sebuah panti sosial di Mumbai yang dikelola oleh negara.

"Panti sosial sangat sedikit. Ada kebutuhan besar bagi pemerintah untuk melakukan sesuatu, tanggung jawab sosial untuk menyediakan panti sosial untuk anak-anak seperti Lakhan," kata Mutha, dari Yayasan Manav yang membantu orang-orang dengan penyakit mental.

Sayangnya, lanjut dia, panti sosial yang dikelola pemerintah tidak selalu memiliki berbagai fasilitas yang diperlukan.

"Mereka tidak memiliki infrastruktur dan staf," kata Mutha. Sebaliknya, organisasi non-pemerintah memiliki keahlian, tetapi tidak mempunyai ruang," katanya.

Para aktivis mengatakan di India, 40 sampai 60 juta orang penyandang cacat sering menghadapi perjuangan yang sama untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

RUU yang ditunggu-tunggu dan telah disosialisasikan ke parlemen India pada Februari bertujuan untuk memberikan orang-orang cacat hak yang sama - termasuk akses terhadap pendidikan, pekerjaan dan perlindungan hukum terhadap diskriminasi - tetapi belum disahkan.

Pengacara Rajive Raturi yang berada di komite telah merancang RUU tersebut lima tahun lalu, dan mengatakan pemerintah partai yang dipimpin Kongres yang baru saja kehilangan kekuasaan telah mendorong dibuatnya RUU, terutama pada bagian tentang perempuan dan anak-anak cacat.

Raturi yang menangani kasus anak-anak cacat pada Human Rights Law Network berharap, parlemen baru terpilih bulan ini di mana  Narendra Modi yang menjadi perdana menterinya, akan mendengarkan masukan para stakeholder dan membuat keputusan untuk mengatasi masalah tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI