Namun menurut para aktivis di Mumbai, Lakhan merupakan contoh kecil dari penderitaan anak-anak dengan keterbatasan fisik yang hidup di jalanan. Masih banyak lagi kasus serupa lainnya di India di mana anak atau orang cacat menghadapi stigma dan diskriminasi sehari-hari, serta kurangnya fasilitas untuk membantu mereka.
Kale mengatakan Lakhan 'cenderung berkelana' dan tidak ada orang lain untuk menghentikannya berjalan ke jalan raya, sementara dia dan cucu Rekha (12) sedang mencari nafkah.
"Saya seorang perempuan tua tunggal. Tidak ada yang memperhatikan saya sampai laporan surat kabar itu muncul," katanya.
"Dia berada di sekolah khusus, tetapi mereka mengirimnya kembali."
Seorang pekerja sosial bernama Meena Mutha telah berhasil menempatkan Lakhan di sebuah panti sosial di Mumbai yang dikelola oleh negara.
"Panti sosial sangat sedikit. Ada kebutuhan besar bagi pemerintah untuk melakukan sesuatu, tanggung jawab sosial untuk menyediakan panti sosial untuk anak-anak seperti Lakhan," kata Mutha, dari Yayasan Manav yang membantu orang-orang dengan penyakit mental.
Sayangnya, lanjut dia, panti sosial yang dikelola pemerintah tidak selalu memiliki berbagai fasilitas yang diperlukan.
"Mereka tidak memiliki infrastruktur dan staf," kata Mutha. Sebaliknya, organisasi non-pemerintah memiliki keahlian, tetapi tidak mempunyai ruang," katanya.
Para aktivis mengatakan di India, 40 sampai 60 juta orang penyandang cacat sering menghadapi perjuangan yang sama untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
RUU yang ditunggu-tunggu dan telah disosialisasikan ke parlemen India pada Februari bertujuan untuk memberikan orang-orang cacat hak yang sama - termasuk akses terhadap pendidikan, pekerjaan dan perlindungan hukum terhadap diskriminasi - tetapi belum disahkan.