Sekjen PBB Desak Militer Thailand Kembalikan Pemerintahan Sipil

Laban Laisila Suara.Com
Jum'at, 23 Mei 2014 | 11:21 WIB
Sekjen PBB Desak Militer Thailand Kembalikan Pemerintahan Sipil
Militer mengumumkan darurat militer di seluruh wilayah Thailand, Selasa (20/5). [Reuters/Chaiwat Subprasom]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Kamis (22/5/2014), menyampaikan keprihatinan serius menyusul kudeta atau pengambil-alihan pemerintahan Thailand oleh militer, sekaligus menyerukan agar tampuk pemerintahan dikembalikan ke sipil.

"Sekretaris jenderal sangat prihatin oleh pengambil-alihan militer di Thailand," demikian isi pernyataan yang dikeluarkan di Markas PBB, New York, oleh juru bicara Ban. Itu adalah pernyataan kedua yang berkaitan dengan Thailand dalam 72 jam belakangan pasca kudeta di negeri gajah putih itu.

Ban, masih menurut juru bicaranya menyampaikan perlunya negara itu kembali ke konstitusi serta perundingan kekuasaan sipil yang demokratis.

"Sekretaris jenderal mendesak semua pihak agar bekerjasama secara konstruktif, menahan diri dari kerusuhan dan menghormati hak asasi manusia," tambahnya.

Ini adalah untuk yang ke 12 kalinya militer Thailand mengambil alih pemerintahan tanpa ada pertumpahan darah.

Pimpinan Militer Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha, Kamis (22/5/2015) kemarin, menyatakan kalau kudeta itu sama sekali tidak akan mempengaruhi hubungan internasional.

Kudeta dilakukan setelah perundingan antar dua kubu yang berkonflik di Thailand membentur jalan buntu, pasca Yingluck Sinawatra dilengserkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi Thailand.

Buntutnya, militer Thailand sempat memberlakukan Undang-undang Darurat Militer di seantero negeri mulai Selasa (20/5/2014) lalu.

Militer beralasan, pemberlakuan darurat militer bertujuan untuk mengembalikan ketertiban dalam negeri setelah selama kurang lebih enam bulan diguncang gelombang unjuk rasa.

Sedikitnya 28 orang telah terbunuh sementara 700 orang lainnya cedera dalam gelombang protes yang kerap berakhir dengan bentrok.

Militer juga mulai membatasi siaran media televise dan radio serta memberlakukan jam malam. (Xinhua/Reuters/Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI