Suara.com - Hampir 60 juta penduduk Indonesia hidup di daerah garis pantai, dan merupakan populasi manusia dengan jumlah terbanyak di dunia yang terkait dengan terumbu karang. Wakil Presiden Boediono mengatakan, kondisi ini membuat Indonesia rentan terhadap degradasi koral.
Saat membuka World Coral Reef Conference di (WCRC) 2014 di Grand Kawanua Center, Manado, Sulawesi Utara, Jumat (16/5/2014), Boediono menyebutkan, ketika terjadi peningkatan suhu air laut akibat perubahan iklim global tahun 2010, timbul kerusakan karang koral dalam jumlah besar di seluruh Asia Tenggara. Tak sedikit pula kerusakan yang disebabkan oleh ulah langsung manusia.
“Polusi maritim, yang tidak terkendali, pembuangan limbah kapal, dan penangkapan ikan yang berlebihan dan destruktif di perairan Indonesia merupakan permasalahan yang mendapat perhatian pemerintah Indonesia dan perlu ditangani bersama,” kata Boediono, seperti dilansir laman Setkab.go.id.
Wapres juga merinci daerah yang terkena dampak paling besar dari kondisi tersebut ada di sekitar wilayah Sumatera dan Sulawesi. Kerusakan ringan dan sedang juga terlihat di Laut Jawa, Bali, Lombok, Papua bagian Utara dan Kepulauan Maluku.
Dalam kesempatan itu, Boediono mengingatkan bahwa terumbu karang adalah bagian dari ekosistem dunia yang harus dipelihara. Ia menyebutkan, terumbu karang Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman hayati di dunia.
Di antara terumbu-terumbu karang Indonesia, lanjut Wapres, hidup berbagai ragam ikan dan hewan laut dengan beragam macamnya, hewan karang tercatat memiliki spesies yang cukup banyak di perairan Indonesia. “Semua tipe karang koral ada di perairan Indonesia, termasuk fringing reefs, barrier reefs, dan patch reefs,” paparnya.
Boediono berharap, WCRC sebagai forum global pertemuan pemerintah yang pertama kali diadakan, dapat menghasilkan kesepakatan global menuju pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan.
“Dalam pertemuan ini kita bekerja untuk menyepakati suatu communiqué mengenai pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan,” kata Boediono.