Kasus Ahmadiyah, YLBHI: Bupati Pandeglang Tak Paham Aturan

Siswanto Suara.Com
Minggu, 04 Mei 2014 | 13:20 WIB
Kasus Ahmadiyah, YLBHI: Bupati Pandeglang Tak Paham Aturan
Ilustrasi palu hakim. (sumber Freedigitalphotos.net/Salvatore Vuono)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bupati Pandeglang Erwan Kurtubi meminta jemaaah Ahmadiyah untuk membentuk agama sendiri dan tidak membawa-bawa nama Islam.

“Biar aman dan masalahnya selesai, sebaiknya mereka membentuk agama sendiri, dan tidak membawa atau mengaku sebagai umat Islam," katanya.

Jika masih membawa Islam, kata dia, maka tetap akan terjadi penentangan dari umat Islam karena perjalanan atau syariat yang mereka lakukan bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Dia menyatakan umat Islam tidak akan pernah menerima pengikut Ahmadiyah sebagai pemeluk Islam, dan akan terus menilai mereka telah melakukan penistaan agama.

"Dengan perbedaan ajaran tapi mengaku sebagai umat Islam jelas bisa dikatakan sebagai tindakan penistaan agama, maka akan terus menimbulkan pertentangan," ujarnya.

Dengan perbedaan itulah, kata dia, sampai saat ini pemerintah Kabupaten Pandeglang melarang jemaah Ahmadiyah melakukan aktivitas keagamaan di daerah itu.

Menanggapi hal itu, Minggu (4/5/2014), Koordinator Advokasi Sipil dan Politik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Moch. Ainul Yaqin mengatakan selaku pemimpin yang seharusnya mengayomi seluruh pemeluk agama di Kabupaten Pandeglang, Bupati Pandeglang tidak selayaknya meminta Jemaah Ahmadiyah agar membentuk agama sendiri.

"Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kapasitas kepemimpinannya sebagai bupati sangat diragukan karena tidak bisa memberikan penghormatan terhadap hak dasar warganya," kata Ainul.

Dikatakan, persoalan keyakinan merupakan hak dasar warga negara karena konstitusi telah memberikan jaminan kemerdekaan kepada tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, hal tersebut tercantum dalam Pasal 29 UUD 1945.

Sebagai seorang pejabat negara yang tunduk kepada Konstitusi Republik Indonesia, kata Ainul, hal di atas seharusnya dipahami dengan baik oleh seorang bupati, jika merasa wilayah yang diaturnya masih bagian dari wilayah NKRI, karena UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis (basic law) pemerintahan Indonesia.

Jika dalihnya bupati terkait persoalan keamanan karena adanya pertentangan, kata Ainul, maka seharusnya bupati berkoordinasi dengan kepolisian. Karena selaku pengemban tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban di masyarakat serta perlindungan, pengayoman kepada masyarakat merupakan tugas dari kepolisian, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13 UU No. 2/2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI