Suara.com - Direktur Political Institute PolcoMM Institute Heri Budianto menilai pertemuan 'tak disengaja' antara Capres PDIP Joko Widodo dengan politisi senior Partai Golkar Jusuf Kalla di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (3/5/2014) menyiratkan duet ini semakin menguat.
"Ini pesan politik dapat dimaknai bahwa keduanya akan berpasangan dalam Pilpres mendatang," kata Heri Budianto, Sabtu (3/5/2014).
Menurut Dosen Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana menilai pertemuan ini bukan tanpa alasan, jika mencermati realitas politik selama dua hari terakhir. Jokowi menyambangi markas Partai Nasdem dan kemudian sinyal yang diberikan petinggi PDIP dan Nasdem, yang menyiratkan sudah ada satu nama untuk cawapres yang akan dipasangkang dengan Jokowi. "Itu kuat mengarah pada sosok JK," tambah Heri.
Sinyal ini diperkuat oleh sinyal akan bergabungnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam koalisi PDIP. Karena sebelumnya PKB menyebut Wakil Presiden periode 2004-2009 sebagai salah satu capres. "Saya kira ketika PKB merapat ke PDIP itu dapat juga dibaca bahwa duet ini semakin kuat," ujar dia.
Heri mengakui masih ada nama Mahfud MD dan Rhoma Irama, namun pada akhirnya PKB akan realistis menerima karena yang akan menentukan cawapres Jokowi adalah Megawati. Dari survei akseptabilitas yang dilakukan PolcoMM Institute 3 April, memang publik menilai JK paling pantas berpasangan dengan Jokowi. "Karena keduanya akan saling mengisi di pemerintahan," ujar dia.
Ia mengatakan JK diharapkan akan menjadi jembatan pemerintah dengan parlemen dan menjaga stabilitas pemerintahan nantinya. Jika duet ini benar-benar terwujud, dan memenangi pilpres maka akan mampu 'menarik' Golkar ke dalam koalisi ini.
"JK memiliki basis dukungan kuat di akar rumput di Golkar khususnya di wilayah timur. Kemudian JK juga memiliki pengaruh di beberapa tokoh Golkar yang saat ini ada di struktural atau kepengurusan DPP Golkar, khususnya tokoh-tokoh muda," ujar Heri. (Antara)