Suara.com - Pilkada serentak untuk Gubernur, Wali Kota dan Bupati diperkirakan bisa dimulai tahun 2020. Ketentuan ini termuat dalam RUU Pemilukada yang sedang dibahas pemerintah bersama DPR. RUU ini merupakan 1 dari tiga rencana revisi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Direktur Jendral Otonomi Daerah Prof Dr Djohermansyah Djohan mengatakan langkah ini untuk menciptakan demokrasi yang lebih efisien.
“Ini perbaikan kebijakan yang sedang kita lakukan. Sejak 2005 hingga saat ini kita sudah menggelar lebih dari 1000 pilkada. Dan ada dampak dari pemilukada langsung ini antara lain partisipasi masyarakat yang terus turun, mungkin kelelahan ya,” kata Djohermansyah, dalam siaran pers yang diterima suara.com, Sabtu (26/4/2014).
Menurut dia, langkah ini juga bisa menekan berbagai dampak negatif pilkada seperti konflik. Djohermansyah mengatakan ada 75 orang yang meninggal akibat konflik pilkada dan ratusan lainnya luka-luka.
Pemilukada langsung nantinya juga direncanakan hanya akan memilih kepada daerah tanpa wakil. Para wakil kepala daerah, kata Djohermansyah, akan dipilih dari kalangan pegawai negeri. Cara ini untuk mencegah pecah kongsi antara kepala daerah dan wakilnya yang berdampak pada tidak efisiennya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.
Selain RUU Pemilu, perbaikan bidang regulasi pelaksanaan desentralisasi juga dilakukan dengan RUU Pemerintahan Daerah. Diantaranya akan membahas penataan dan pembentukan daerah otonom baru, yang ke depan akan diperketat. Syarat teknis yang harus dipenuhi terkait luas wilayah, jumlah penduduknya kemampuan keuangan daerah, potensi ekonomi dan sosial budaya.
“Juga ada tahapan baru yang kita munculkan, namanya tahapan daerah persiapan, nanti tidak ujug-ujug kabupaten kumpul-kumpul jadi provinsi, atau kecamatan-kecamatan kumpul-kumpul lalu jadi kabupaten, harus ada persiapan selama 3-5 tahun. Jika sudah bagus baru akan dinyatakan sebagai daerah otonom baru,” jelas Djohermansyah.