Suara.com - Perempuan Indonesia dinilai masih tertekan dan dipersulit oleh hal-hal terkait dengan kebutuhan praktis sehingga menghalangi akses terhadap kebutuhan strategis.
Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari kepada Antara di Semarang, Senin (21/4/2014) pagi.
"Kebijakan yang tunakeadilan gender ini membuka mata kita bahwa para perempuan Indonesia masih tertekan dan dipersulit oleh hal-hal terkait dengan kebutuhan praktis, seperti hak keamanan dan ekonomi sehari-hari, sehingga menghalangi akses terhadap kebutuhan strategis, misalnya pendidikan dan politik," katanya.
Ia mengemukakan hal itu ketika memaparkan sejumlah indikator kemunduran serius mengenai situasi perempuan Indonesia selama 10 tahun terakhir dalam rangka peringatan Hari Kartini 2014.
Eva yang juga Wakil Ketua Bidang Pengaduan Masyarakat Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menilai perempuan Indonesia seperti terlempar ke belakang akibat kemunduran status perempuan dan anak terkait dengan kejahatan seksual.
"Jika Kartini menuntut hak atas pendidikan bagi perempuan, realitas kejahatan seksual seperti menggugah kesadaran kita bahwa hak atas rasa aman bagi anak-anak dan perempuan justru menjadi persoalan primer saat ini," tegasnya.
Para korban kejahatan seksual, menurut dia, seperti dalam situasi pembiaran karena kebijakan publik, baik untuk pencegahan maupun penindakan, nyaris tidak ada. (Antara)