Suara.com - Konflik internal di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memengaruhi posisi tawar Gerindra dalam berkoalisi. Posisi tawar Gerindra untuk menggandeng partai lain menurun, padahal koalisi Gerindra-PPP saja belum cukup untuk memenuhi syarat pengajuan calon presiden sendiri.
"Dengan terjadinya konflik di internal PPP, 'bargaining position' Gerindra untuk berkoalisi dengan partai politik lain menjadi berkurang. Berbeda, jika kekuatan PPP solid," kata Analis politik Universitas Diponegoro Semarang Susilo Utomo, Minggu (20/4/2014).
Dengan perkiraan perolehan suara Gerindra sebesar 11 persen, jika koalisi dengan PPP hanya menambah jadi 18 persen.
Ia menilai Gerindra bisa saja melakukan koalisi dengan Partai Demokrat untuk memuluskan langkah mengusung Prabowo sebagai capres, tetapi pembicaraan koalisi antarkedua parpol akan berjalan "alot".
"Pada saat sama, PPP yang berkoalisi dengan Gerindra ternyata terpecah kekuatannya. Perpecahan kekuatan ini juga akan memengaruhi peta dukungan di kalangan akar rumput (grassroot) PPP saat Pilpres," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, Gerindra harus segera melakukan komunikasi dengan parpol-parpol lain untuk menjajaki kemungkinan koalisi agar bisa memuluskan niatnya untuk mengusung Prabowo sebagia calon presiden.
"Terkait dengan konflik internal PPP, kalau kedua kubu sama-sama tidak mau mengalah akan menimbulkan 'double' dukungan. Ini tentu tidak menguntungkan karena bisa ditolak oleh Komisi Pemilihan Umum," kata Susilo. (Antara)