Suara.com - Pemerintah optimistis Satinah binti Jumadi Ahmad (40 tahun), tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang terancam eksekusi mati karena kasus pembunuhan atas Nurah binti Muhammad Al Gharib, akan segera bebas.
Ini menyusul telah dibayarnya uang diyat (pemaafan) sebesar 7 juta riyal atau setara dengan Rp25 miliar kepada keluarga Nurah binti Muhammad Al Ghari.
"Yakinkanlah kepada saya bahwa eksekusi tidak akan dilakukan karena memang mereka (keluarga korban) sudah menerima angka itu, dan sudah ada jaminan dari kehakiman. Dalam satu bulan ini sudah ada penyelesaian sebaik-baiknya," kata Utusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Mahfud Basyuni, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (15/4/2014).
Maftuh yang menjadi Ketua Tim Lobi pembebasan Satinah mengatakan, pemerintah dan pihak keluarga yang menjadi korban pembunuhan oleh Satinah menyepakati diyat sebesar 7 juta riyal atau setara dengan Rp25 miliar sebagai syarat pemaafan atas tindakan yang dilakukan Satinah.
Menko Polhukam Djoko Suyanto menjelaskan, uang diyat 7 juta riyal itu masih berada di lembaga kehakiman Arab Saudi. Sebab, keluarga korban tengah merundingkan pembagian uang diyat tersebut kepada 7 anggota keluarga lainnya.
"Sekarang sudah ada 7 juta riyal di Saudi Arabia. Di antara para keluarga ada 7 pokok keluarga, pembagian 7 juta riyal. Mereka minta proses itu dalam 1-2 bulan ke depan. Sekarang bagaimana internal mereka selesaikan pembagian di antara mereka itu," terang Djoko Suyanto yang mendampingi Maftuh Basuni, seperti dikutip dari laman Setkab.go.id.
Maftuh Basuni menjelaskan, Tim lobi kasus TKI Satinah yang ke Arab Saudi kini telah kembali pulang ke Indonesia. Mereka telah berupaya melakukan lobi kepada keluarga korban yang dibunuh Satinah untuk deal pembayaran diat untuk mengejar batas waktu penyerahan uang tebusan 3 April 2014.