Suara.com - Ujian Nasional (UN) 2014 digelar Senin (14/4/2014) sampai Rabu (16/4/2014). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh menjamin UN tidak akan bocor, karena setiap soal yang disajikan akan berbeda.
"Peluang bocor tidak ada. Nyontek saja tidak bisa karena 20 siswa yang ada dalam kelas akan menerima soal yang berbeda," kata Muhammad Nuh saat melakukan pemeriksaan mendadak (sidak) ke SMA Negeri 70 Jakarta, Minggu (13/4/2014).
Pada sidak tersebut, Muhammad Nuh didampingi Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI Jakarta Lasro Marbun, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Nizam, Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Ibnu Hamad, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh dan sejumlah pejabat Kemendikbud lainnya.
"Isu kebocoran selalu ada tapi kami sudah bekerja sama dengan pihak kepolisian dan sudah menjalankan koordinasi di lapangan untuk mengecek kebenaran mengenai isu tersebut. Kapolri (Jenderal Polisi Sutarman) juga sudah berjanji akan segera mengecek bila ada pelaporan mengenai kecurangan UN lewat SMS karena memang polisi bekerja sama dengan seluruh operator telepon," tambah Nuh.
Nuh juga sudah melakukan "teleconference" pada Kamis (10/4/2014) dengan dinas pendidikan provinsi dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) serta perguruan tinggi untuk menjamin distribusi soal UN.
"Semua soal UN di semua provinsi sudah sampai misalnya di ujung-ujung seperti Papua, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur hingga Aceh sudah melaporkan bahwa soal diterima dengan baik dan belum ada laporan kekurangan soal, kapolda-kapolda dan kapolri juga sudah memastikan agar tidak terjadi apa-apa," jelas Nuh.
Ia juga menegaskan akan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam kecurangan UN.
"Kalau ada pelanggaran di sekolah sudah ada rumusannya yaitu diberi sanksi seberat-beratnya dengan dipindah atau bahkan dicopot kalau melakukan kecurangan," ungkap Nuh.
Kadisdik DKI Jakarta Lasro Marbun menegaskan bahwa bila ditemukan kecurangan maka akan diselesaikan dengan cepat.
"Kalau ada kebocoran maka akan diselesaikan secara cepat, kalau pihak yang melakukan adalah kepala sekolah maka akan dicopot dan bila guru yang terbukti maka akan diberhentikan tapi harus ditunjukkan data perbuatannya," tegas Lasro.
KPAI Terima Enam Pengaduan UN
Berbeda dengan Mendikbud, Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Asrorun Ni'am, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima enam pengaduan terkait pelaksanaan UN SMA dan sederajat. "Pengaduan berasal dari Jakarta, Jawa Tengah, Banten, Lampung, Depok dan Bekasi," kata Asrorun.
"Kami terima pengaduan dari salah satu SMA Negeri di Jakarta Timur ada tiga anak yang melakukan pelanggaran tata tertib yaitu melompat pagar dan mengintip dan mereka diminta agar tidak ikut UN, setelah kami fasilitasi akhirnya disepakati mereka tetap ikut UN tapi tetap pelanggaran diperhitungkan agar tidak permisif," tambah Asrorun.
Sedangkan pengaduan dari Lasem, Jawa Tengah terkait dengan pengalaman UN tahun lalu saat polisi berseragam masuk ke ruang polisi yang membuat khawatir peserta UN.
"Pengaduan di Banten terkait jarak yang cukup jauh dengan tempat ujian karena infrastruktur yang belum seimbang, kemudian dari Lampung juga terkait masalah teknis dan Depok mengenai penggabungan sekolah swasta," ungkap Asrorun Namun KPAI sendiri belum menerima pengaduan mengenai dugaan kebocoran soal UN.
"KPAI hanya ingin memastikan bahwa anak-anak kelas XII dan memenuhi syarat formal untuk ikut UN bisa mengikuti UN, kami konsentrasi agar UN tidak mencekam dan anak terlayani UN, sedangkan lulus atau tidaknya adalah otoritas sekolah karena UN hanya salah satu unsur dari komposisi kelulusan," jelas Asrorun.
Ia melihat bahwa potensi kecurangan memang tidak hanya terjadi di level anak didik tapi terbuka dilakukan oleh kepala sekolah.
"Potensi kecurangan tidak hanya pada anak tapi bisa juga di level anak atau pun guru karena makna UN digeser dari akademik untuk mengevaluasi menjadi prestise dan politik yang membuat reputasi sekolah jelek, sehingga terdorong untuk melakukan kecurangan-kecurangan, artinya kalau anak memang tidak tuntas jangan dipaksakan," ungkap Asrorun. (Antara)