Suara.com - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta mengklaim tidak terjadi kasus pidana pemilu selama kampanye terbuka hingga masa tenang di daerah ini.
"Kami tidak menemukan adanya pelanggaran yang bisa dikategorikan sebagai pidana pemilu," kata Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Keamanan Negara Ditreskrimum Polda DIY AKBP Juhandani Rahardjo Puro, Selasa (8/4/2014).
Sejak masa kampanye terbuka 16 Maret hingga 5 April 2014, Polda DIY mengakui menerima laporan dugaan pelanggaran dari badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu). Laporan didominasi dugaan politik uang.
Namun, menurut Juhandani laporan tersebut dianggap belum memenuhi syarat bukti dan saksi untuk dinyatakan sebagai tindakan pidana. "Kami dengan laporan Bawaslu memang sepakat, tapi oleh siapa kepada siapa, bukti dan saksi yang disajikan sangat lemah," katanya.
Seharusnya dalam laporannya, Bawaslu menyodorkan laporan yang memenuhi unsur pidana. Pasalnya, dalam proses penyidikan kepolisian hanya diberikan waktu selama 14 hari.
"Mau tidak mau laporan harus sudah lengkap. Kadang kami akan nyatakan itu tindak pidana, namun tidak memenuhi unsur yang ada atau tidak ada buktinya," katanya.
Ketua Bawaslu DIY Muhammad Najib mengatakan laporan pelanggaran selama masa kampanye terbuka yang dilakukan pihaknya selalu terhenti di Sentra Gakkumdu.
"Banyak dari kami (Bawaslu) yang sudah patah arang, di mana banyak kasus yang sudah kami yakini (terindikasi pidana pemilu), ternyata lagi-lagi mentok di Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu)," kata Najib.
Najib mengatakan dalam menerjemahkan suatu pelanggaran, Bawaslu, Kejati serta Polda belum tentu satu suara. Hal itu menjadi salah satu bagian yang sering menghambat proses penindakan."Gakkumdu tidak mau menerima rekomendasi dari kami karena dinilai tidak cukup saksi dan barang bukti," katanya.