Suara.com - Mahkamah Agung Filipina mengesahkan UU pengaturan kelahiran, Selasa (8/4/2014). Dengan disahkannya UU itu, pemerintah Filipina diharuskan memberikan kondom gratis dan pil pengontrol kelahiran. Selain itu, pendidikan tentang seks juga harus diajarkan di sekolah.
UU itu juga memerintahkan pekerja kesehatan menerima pelatihan keluarga berencana dan aborsi dengan alasan kesehatan dilegalkan. Pengesahan UU itu sekaligus mengakhiri perjuangan kelompok Gereja Katolik yang menentang UU pengaturan kelahiran. Kelompok Gereja Katolik sudah 15 tahun berjuang untuk menolak UU itu.
Namun, Presiden Benigno Aquino mengabaikan tekanan tersebut dan menandatangani UU pengaturan kelahiran pada Desember 2012. Akan tetapi, UU tersebut belum bisa langsung diterapkan karena ditunda oleh pengadilan tinggi Filipina. Ini menyusul petisi yang diajukan oleh sejumlah kelompok yang menyatakan UU itu ilegal.
“Keputusan yang monumental ini mempertegas pemisahan antara Gereja dengan negara dan juga sekaligus menunjukkan supremasi pemerintah dalam hal sekuler seperti kesehatan dan pembangunan ekonomi-sosial,” kata anggota dewan Edcel Lagman.
Gereja Katolik yang menguasai 80 persen dari 100 juta penduduk Filipina. Kelompok itu juga beberapa kali turun ke jalan dan menyatakan UU pengaturan kelahiran itu sebagai “Setan”. Mereka juga mengeluarkan ancaman kepada Presiden Aquino yang mengesahkan UU tersebut. (AFP/CNA)