Wilfrida Soik Bebas dari Hukuman Mati, Prabowo Tiga Kali Ucap Syukur di Facebook

Siswanto Suara.Com
Senin, 07 April 2014 | 15:00 WIB
Wilfrida Soik Bebas dari Hukuman Mati, Prabowo Tiga Kali Ucap Syukur di Facebook
Prabowo Subianto (Suara.com/Nur Ichsan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bernama Wilfrida Soik, Senin (7/4/2014), akhirnya bebas dari hukuman mati yang dijatuhkan Pengadilan Malaysia.

Sebelumnya, Wilfrida yang berasal dari Kabupaten Belu, Atambua, itu divonis hukuman mati karena membunuh majikan di Malaysia pada 7 Desember 2010.

Menanggapi vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Malaysia, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo yang selama ini ikut mendampingi Wilfrida mengucap tiga kali syukur melalui akun Facebook resmi miliknya.

"Alhamdulillah… Alhamdulillah… Alhamdulillah… Hari ini, saudara kita Wilfrida Soik dinyatakan bebas dari hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Kelantan, Malaysia," demikian tulis Prabowo.

Selanjutnya, Prabowo mengajak masyarakat Indonesia untuk berdoa agar kelak tidak ada kasus serupa yang dialami warga Indonesia di luar negeri.

"Sahabat, marilah kita terus bekerja, mari kita terus berdoa, agar tidak ada lagi anak bangsa tidak bersalah yang menjadi korban perdagangan manusia, apalagi diancam hukuman mati di negeri orang seperti Wilfrida," Prabowo menulis lagi.

Direktur Ekskekutif Migrant Care Indonesia Anis Hidayah juga turut mengapresiasi perkembangan positif kasus Wilfrida.

Melalui akun Twitternya, @anishidayah, Anis mengatakan bebasnya Wilfrida dari hukuman mati hari ini adalah hasil dari jerih payah banyak pihak selama empat tahun.

“Info dr @alex_migrant yangg menghadiri sidangnya. Pak @alex_migrant belum pernah absen dlm sidang Wilfrida sejak sidang pertama Feb 2010 smpe sidang putusan 7 April 2014.”

Saat diberangkatkan ke Malaysia untuk bekerja, Wilfrida adalah anak di bawah umur, belum genap 17 tahun. Ia lahir di Belu tahun 1993. Keterangan ini dipalsukan calo pada paspornya menjadi tahun 1989.

Ia berasal dari keluarga miskin. Di tengah kemiskinan, ia diiming-imingi gaji besar oleh calo yang memberangkatkannya ke Malaysia sebagai PRT.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI