Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) ingin tahu anggota partai yang memanfaatkan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk kepentingan pribadi, misalnya menyodorkan anak mereka untuk memperoleh bantuan, padahal seharusnya tak berhak mendapatkannya.
"Partainya apa? Dicari saja partai apa. Itu lagi, ini kebijakannya KJP kita, iya kan, ada yang menggunakan seperti itu, kamu (wartawan) ngejar-ngejar yang menggunakan itu, jangan ke saya," kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Senin (7/4/2014).
Sesungguhnya, Jokowi tak memasalahkan siapapun mengusulkan nama siswa untuk mendapat dana KJP, asalkan tetap sesuai dengan kriteria penerima sebagaimana yang diatur pemerintah.
"Urusan teknis seperti itu masa semuanya suruh ke saya. Tugas gubernur masa disuruh urusi yang kecil-kecil seperti itu. Tanya saja sama partainya," kata dia.
Jokowi menambahkan salah besar bila anggota partai kemudian memaksakan kehendak. Misalnya, anak yang tidak berhak menerima, tapi dipaksakan untuk bisa mendapatkannya.
"Lho sebenarnya kamu itu boleh mengusulkan siapa yang perlu KJP kamu usulin. Kalau masuk kriteria bisa saja dapat, kalau enggak masuk dan kamu maksa-maksa itu yang nggak benar. Kamu harus ngerti," kata Jokowi.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan memburu anggota partai yang memanfaatkan KJP untuk kepentingan pribadi.
“Tadi sudah dibahas. Kami pasti buru nanti,” ujar Ahok di Balai Kota Jakarta.
Kemudian Ahok meminta kepada para kepala sekolah agar mengumumkan anak-anak penerima dana KJP.
Ahok juga meminta komite sekolah mengawasi proses penyaluran duit KJP di sekolah masing-masing.
“Kita libatkan komite juga. Komite harus putusin. Ini anak dapet enggak gitu, lho,” kata dia.
Latar belakang Ahok menyatakan hal itu, antara lain setelah kasus di SMA 76 Jakarta terkuak. Kuota siswa penerima KJP di SMA itu ‘disikat’ anggota sejumlah partai.
Ada salah satu partai yang selalu kampanye antikorupsi justru yang paling banyak menyodorkan nama siswa yang sesungguhnya tak berhak menerima KJP.