Suara.com - Pemerintah Indonesia setuju membayarkan uang tebusan atau diyat sebesar 7 juta riyal atau Rp21 miliar, untuk membebaskan tenaga kerja Indonesia (TKI), Satinah binti Jumadi dari ancaman hukuman mati. TKI asal Kabupaten Semarang, Jawa Tengah itu divonis hukuman mati karena membunuh majikannya Nurah binti Muhammad Al Gharib.
Dengan kesediaan pemerintah untuk membayar diyat 7 juta riyal itu, maka Satinah terbebas dari ancaman eksekuti hukuman mati di Penjara Buraida, Arab Saudi, yang jatuh temponya pada 3 April 2014 ini.
"Kita sudah bersepakat untuk menutupi apa yang dituntut oleh pihak keluarga," kata Menko Polhukam Djoko Suyanto, di Jakarta, Kamis (3/4/2014), seperti dilansir dari laman Setkab.go.id.
Ia menyebutkan, tim Satgas TKI/WNI di Luar Negeri Yang Terancam Hukuman Mati telah menemui Gubernur Qassim untuk menyampaikan kesediaan Pemerintah Indonesia.
"Tadi pagi tim telah berangkat ke Provinsi Qassim untuk bertemu gubernur dalam kerangka menyampaikan komitmen dari pemerintah Indonesia untuk memenuhi apa yang mereka tawarkan beberapa waktu lalu," kata Djoko.
Namun diakui Menko Polhukam, ia belum mendapat keterangan resmi dari tim yang berada di Arab Saudi. Djoko berharap tidak ada lagi permintaan dari keluarga korban. "Hasilnya masih belum, karena di sana masih pukul 09.00. Mudah-mudahan tidak ada permintaan apa pun. Dan kalau disetujui bisa cepat menyelamatkan Satinah dari hukuman mati," ujarnya.
Djoko Suyanto menambahkan, Kerajaan Arab Saudi juga telah menerima dan merespons surat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden pada Rabu (26/3) telah menandatangani surat permohonan pembebasan dari eksekusi hukuman mati bagi Satinah. Surat tersebut ditujukan kepada Raja Arab Saudi.
"Surat dari Presiden sudah diberikan kepada Raja Arab Saudi. Respons dari Arab Saudi menyatakan masalah ini sudah diserahkan kepada staf Kerajaan Saudi untuk ikut bersama-sama tim menangani masalah pemaafan," kata Djoko Suyanto.