Suara.com - Keluarga Satinah sudah menyiapkan tanah jika anak bungsu dari enam bersaudara itu kembali ke Tanah Air. Sebagian tanah dibeli dari hasil kerja keras Satinah selama menjadi Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi.
"Satinah itu memang pekerja keras. Keberangkatan dia yang ketiga kalinya ini kan untuk membeli tanah dan menyekolahkan putrinya," kata Sulastri (39), kakak ipar Satinah, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Jumat (28/3/2014).
Warga Dusun Mrunten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, itu mengakui bahwa Satinah tergolong orang yang tidak bisa berdiam diri atau bersantai-santai.
"Selalu saja ada sesuatu yang dikerjakannya," kata Sulastri.
Istri dari Paeri (46), kakak kandung Satinah, itu menceritakan Satinah sebelum menikah sempat bekerja serabutan, berjualan di Pasar Ungaran, sementara di rumahnya juga masih berjualan sayur-sayuran.
"Pernah juga kerja di Jakarta, ikut perusahaan konveksi. Setelah menikah, Satinah ikut suaminya di Tegal, kemudian berpisah. Satinah berangkat jadi TKI, dan anaknya (Nur Apriana, red.) dititipkan kepada kami," katanya. "Satinah ingin membeli tanah dan menyekolahkan anaknya. Itulah yang mendorongnya pergi lagi ke Arab Saudi jadi TKI. Namun, belum sampai uangnya untuk membeli tanah terkumpul ternyata kena masalah ini."
Kini, Satinah terancam hukuman mati karena dituduh telah membunuh majikannya di Arab Saudi.
Perkembangan kasusnya, keluarga korban meminta uang pengganti atau diyat sebesar Rp21 miliar sebagai pengganti hukuman mati.
Sebagai wujud perhatian kepada warga negara, pemerintah sudah menyiapkan dana sebesar Rp6 miliar ditambah dukungan dana yang dihimpun dari masyarakat untuk menutupi kekurangan uang diyat. (Antara)