Suara.com - Majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis (27/3/2014), mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa referendum di Krimea - yang menghasilkan pemisahan diri wilayah itu dari Ukraina - tidak sah.
Dalam pemungutan suara yang diikuti oleh 193 negara, sebanyak 100 utusan menyatakan menolak referendum, 11 mendukung referendum, dan 58 negara menyatakan abstain.
Resolusi itu menyatakan bahwa referendum di Krimea "tidak sah dan tidak bisa menjadi dasar untuk perubahan status menjadi Republik Otonomi Krimea atau Kota Sevastopol". PBB mendesak agar semua negara, organisasi internasional, dan badan-badan khusus untuk tidak mengakui perubahan status Krimea.
Meski resolusi itu bersifat tidak mengikat, tetapi para diplomat Barat mengatakan itu sudah cukup kuat sebagai pesan politik agar Rusia sadar bahwa langkahnya menganeksasi Krimea tidak mendapat dukungan dari dunia internasional.
Rancangan resolusi itu sendiri diajukan ke Majelis Umum PBB oleh Menteri Luar Negeri Ukraina, Andriy Deshchytsia.
"Tujuan dokumen ini adalah untuk menegaskan kembali prinsip-prinsip dasar PBB yang sedang menghadapi tantangan besar," kata Deshchytsia, "Naskah ini juga berisi tentang penghormatan terhadap integritas wilayah dan menghindari penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan konflik."
Dia juga menambahkan bahwa resolusi itu menjadi pesan bahwa komunitas internasional tidak akan membiarkan kasus Krimea mejadi preseden atau teladan dalam permasalahan serupa dalam hubungan antara bangsa di masa depan.
Sepuluh negara yang mendukung Rusia dalam pemungutan suara antara lain Belarusia, Bolivia, Kuba, Korea Utara, Nikaragua, Sudan, dan Suriah. Adapun Cina, yang sejak 2011 bersekutu dengan Rusia dalam mengeluarkan hak veto terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB salam kasus Suriah, memutuskan untuk abstain dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB. (Reuters)