Suara.com - Pengusaha sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie tidak mempermasalahkan putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan negara untuk memberikan ganti rugi kepada korban lumpur Lapindo. Menurut ARB, selama ini PT Lapindo Brantas telah membayar semua kewajibannya kepada masyarakat yang terkena bencana luapan Lumpur Lapindo.
"Itu (keputusan MK-red) sudah sesuai dengan kontrak, yang merupakan persoalan jual beli tanah yang ada di dalam peta terdampak. Di dalam urusan Lapindo, di luar urusan pemerintah," kata Aburizal kepada pers di Tabanan, Bali, Kamis (27/3/2014) seperti dikutip Antara.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk pembayaran ganti rugi korban Lumpur Lapindo, ditanggung melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Hal tersebut seperti dikutip dari risalah sidang di situs MK, mahkamahkonstitusi.go.id. "Menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-undang (UU) Nomor 15 tahun 2013 tentang perubahan UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)." bunyi hasil putusan di situs MK, Rabu (26/3/2014).
Dalam pasal 9 ayat (1) tersebut, ditetapkan kerugian masyarakat di Peta Area Terdampak (PAT) menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas. Sedangkan kerugian di luar PAT menjadi tanggung jawab negara. Pembagian tanggung jawab tersebut menyebabkan dikotomi ketentuan hukum dan ketidakadilan di PAT dan luar PAT.
Menurut ARB, perusahaan selama ini membeli tanah yang kena dampak semburan sebesar 20 kali lipat dari nilai jual obyek pajak (NJOP), atau 10 kali dari NJOP normal. "Kalau diluar peta terdampak mestinya lebih murah," ucapnya.
"Jadi buat Lapindo engga ada masalah. Kita sudah bayar semua," ujarnya.
Sejak 2008, kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 yang memasukkan kawasan sebagian Kecamatan Besuki, Kedung Cangkring dan Pejarakan, Kecamatan Jabon, mendapat ganti rugi.
Ganti rugi kawasan itu tidak ditanggung oleh Lapindo, melainkan ditanggung oleh pemerintah. Untuk pembayaran ganti rugi tiga desa itu bisa dibilang cepat, tahun 2010 pembayaran aset milik warga di tiga desa itu sudah tuntas.
Tahun, 2009 keluar Perpres Nomor 40, yang memasukkan wilayah seperti di sembilan RT di Kelurahan Mindi, Jatirejo Barat dan Siring Barat, dimasukkan PAT yang ganti ruginya ditanggung pemerintah.
Tahun 2010, Presiden mengeluarkan Perpres Nomor 54, kemudian keluar Prepres Nomor 68 tahun 2011, Perpres Nomor 32 tahun 2012. Perpres itu salah satunya perluasan PAT yang ganti ruginya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Tanggung jawab itu meliputi 65 RT di Desa Ketapang, Pamotan, Gempolsari dan Glagaharum. Kini ganti rugi yang ditanggung pemerintah di 65 RT itu, tinggal pelunasan yang dianggarkan dana sekira Rp550 miliar dalam APBN 2014. (Antara)