"Mogok Seks" untuk Lelaki Rusia, Gaya Protes Perempuan Ukraina

Rabu, 26 Maret 2014 | 17:33 WIB
"Mogok Seks" untuk Lelaki Rusia, Gaya Protes Perempuan Ukraina
Perempuan Ukraina dengan kaos protesnya. (Laman Facebook gerakan Don't Give It To A Russian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Krisis Ukraina-Rusia memasuki salah satu "jalur" baru belakangan ini. Tepatnya, sekelompok perempuan Ukraina mencoba menggalang gerakan protes atas langkah pemerintahan Moskow di Krimea, dengan memilih untuk "mogok seks" khusus bagi para lelaki Rusia.

Sebagaimana dikutip Huffington Post dari The Atlantic, para penggerak kampanye bertajuk "Jangan Berikan (Seks) kepada (Lelaki) Rusia" itu pada intinya mengimbau kalangan perempuan Ukraina untuk menjauhi para lelaki Rusia. Sebagai salah satu wujud kampanye, sejumlah besar kaos oblong (t-shirt) telah didesain khusus dan disebarkan, lengkap dengan gambar dan slogan protesnya.

Turut pula disertakan dalam aksi protes ini sebait puisi "Kateryna" karya Taras Shevchenko, seorang penyair Ukraina. Bunyinya: "Oh, para perempuan muda, jatuh cintalah, tetapi jangan dengan para Moskaly (orang Rusia)."

Kepada media Foreign Policy pula, Katerina Venzhik, salah seorang pendiri kelompok tersebut yang juga adalah editor situs berita Ukraina yang berbasis di Kiev, Delo.UA, mengatakan bahwa kampanye ini memang sengaja dilakukan terkait kebijakan Rusia atas Krimea.

Seperti diketahui, rata-rata warga Ukraina dalam beberapa pekan terakhir dilaporkan merasa "jengah" dengan perkembangan politik, ketika para tentara Rusia memenuhi Krimea, lalu pemerintahan Moskow menyatakan mendukung referendum, hingga perlahan namun pasti akhirnya mengambil alih wilayah tersebut. Sebagaimana dikutip AFP pula, saat sebagian besar tentara Ukraina kemudian harus ditarik dari wlayah itu, banyak warga Krimea yang berbahasa Ukraina menyatakan mereka siap kabur dari pemerintahan yang akan dikontrol Rusia.

Menurut Venzhik pula, gerakan kampanye ini akan mendonasikan hasil dari penjualan t-shirt mereka bagi para tentara Ukraina. "Kami percaya bahwa dalam konteks pendudukan militer atas sebuah wilayah, tidak mungkin meneruskan pemahaman bahwa 'semua orang bersaudara'," tuturnya lagi kepada Foreign Policy.

Apakah kampanye ini akan berhasil atau tidak, masih perlu dilihat perkembangannya, karena gerakannya di Ukraina sendiri sejauh ini masih belum cukup luas. Namun menurut Global Voices pula, justru di Rusia sejumlah blogger sudah mulai menanggapi keras gerakan ini, sementara pejabat berwenang pun disebut mulai memperhatikan. (Huffington Post)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI