Suara.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menandatangani surat permohonan pembebasan dari eksekusi hukuman mati bagi Satinah binti Jumadi Ahmad Rabin (40 tahun).
Satinah adalah tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Dusun Mruten Wetan RT 02 RW 03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang dinyatakan terbukti bersalah membunuh majikannya Nurah binti Muhammad Al Gharib (70 tahun). Surat tersebut ditujukan kepada Raja Arab Saudi.
"Hari ini diteken langsung oleh saya, akan kita kirim surat lagi agar bisa diperpanjang eksekusinya. Insya Allah bisa dibebaskan," kata Presiden SBY dalam pengantar rapat terbatas kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/3/2014) pagi,seperti dilansir dari laman Setkab.go.id.
“Salah tidak salah kalau saudara kita terancam hukuman mati, kita wajib berikhtiar untuk membebaskan dari hukuman mati,” ujar SBY.
Untuk membebaskan Satinah, menurut Presiden, pemerintah masih terus melakukan negosiasi terkait besarnya tebusan atau diyat yang dimintakan ahli waris keluarga almarhum sebesar 7 juta riyal Saudi atau sekitar Rp20 miliar. Sejauh ini, pemerintah sudah menitipkan uang diyat itu sebesar 4 juta riyal atau Rp12 miliar kepada Baitul Maal di Buraidah yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh pihak keluarga majikan Satinah.
Presiden SBY juga pernah dua kali menulis surat permohonan kepada Raja Arab Saudi sehingga hukumannya diringankan dari hukuman mati mutlak (had ghillah) menjadi hukuman mati dengan qishas dengan peluang pemaafan melalui mekanisme pembayaran uang darah (diyat).
Tenggat waktu vonis mati Satinah pada Agustus 2011 telah diperpanjang hingga 5 (lima) kali, yaitu Desember 2011, Desember 2012, Juni 2013, Februari 2014, dan 5 April 2014. Pemerintah, tandas Presiden, sudah menetapkan kebijakan tegas akan melakukan segala upaya untuk memohon pengampunan bagi WNI yang dihukum.