Suara.com - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur menegaskan, pemerintah telah berupaya maksimal untuk menyelamatkan Satinah binti Jumadi Ahmad Rabin (40 tahun), TKI asal Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dari eksekusi hukuman mati terkait kasus pembunuhan yang pernah dilakukannya.
Pada Februari 2014 lalu, kata Gatot, dia mengantarkan sendiri surat yang ditulis oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Raja Arab Saudi agar menyampaikan kepada keluarga majikan Satinah unutk menurunkan nilai diyat alias ganti rugi.
Sebelumnya, keluarga korban semula meminta diyat kepada Satinah senilai 15 juta riyal atau setara Rp45 miliar. Namun, dengan berbagai upaya pendekatan pemerintah kepada keluarga korban maupun upaya diplomasi, diyat itu turun menjadi 10 juta riyal, dan sekarang menjadi 7 juta riyal.
“Kami mencoba terus mendampingi dan melakukan tawar-menawar agar nilainya dikurangi sesuai kemampuan,” ungkap Gatot, seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, Selasa (25/3/2014).
Pemerintah juga telah memfasilitasi anak kandung Satinah, Nur Afriana, dan kakak kandung Satinah, Paeri Al Feri, bertemu dengan Satinah di Penjara Buraidah, Arab Saudi, sebanyak tiga kali.
Kehadiran Nur Afriana dan Paeri Al Feri di Arab Saudi itu, kata Gatot, selain untuk menjenguk Satinah, juga untuk melakukan upaya-upaya guna membebaskan Satinah dari eksekusi hukuman mati.
“Salah satunya adalah dengan menuliskan surat pribadi dari anak kandung Satinah yang ditujukan kepada ahli waris korban, guna mengetuk hati keluarga korban agar bersedia memaafkan atas perbuatan salah dan khilaf yang dilakukan ibunya,” kata Gatot yang merupakan mantan Dubes RI di Arab Saudi.
Gatot menambahkan, BNP2TKI bersama Kementerian dan Lembaga terkait pelayanan TKI lainnya – akan berupaya secara maksimal agar tak ada lagi TKI/WNI yang mendapat hukuman pancung.