Suara.com - Jajak pendapat (polling) semakin populer di setiap pemilu di Indonesia. Makin banyak saja lembaga yang menjaring opini publik tentang popularitas calon/partai dan kecenderungan pemilih.
Sepanjang proses pemilu, jajak pendapat tak bisa diabaikan begitu saja. Publik juga berhak mengetahui hasil jajak pendapat itu. Tapi, hasil jajak pendapat tidak boleh ditelan mentah-mentah.
Media/jurnalis harus memberitakan hasil survey/polling politik secara kritis dan menyajikannya sesuai konteks. Yang perlu diingat, hasil polling bisa keliru. Bahkan, tidak mustahil ada lembaga polling yang sengaja menyajikan informasi yang menyesatkan untuk keuntungan pihak tertentu.
Untuk itu, ada beberapa pedoman untuk memberitakan hasil polling. Pedoman ini diinisiasi oleh majelis etik AJI Jakarta dan didanai oleh Yayasan TIFA.
1. Pilihlah lembaga polling/survey yang kredibel dan punya rekam jejak yang bagus.
2. Kenali mana lembaga polling yang bekerja secara independen dan mana lembaga yang bekerja untuk pemenangan kandidat/partai tertentu.
3. Usahakan tidak membuat beritanya berdasarkan hasil satu lembaga polling. Cari pembanding.
4. Laporkan hasil polling dalam konteks yang lebih besar atau dalam tren yang lebih panjang. Tren bisa dilihat dari hasil jajak pendapat sejumlah lembaga utama untuk periode tertentu. Hasil polling yang menyimpang dari tren tanpa penjelasan yang meyakinkan harus diwaspadai dan diperlakukan dengan skeptis.
5. Jangan mengandalkan pada interpretasi lembaga polling, periksa daftar pertanyaan, bandingkan dengan hasilnya, dan tren hasil polling lain.
6. Laporkan waktu pelaksanaan jajak pendapat dan perhatikan peristiwa penting yang kemungkinan besar mempengaruhi hasil jajak pendapat itu.