Suara.com - Bekas Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dari Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (17/3/2014).
Agenda sidang hari ini pembacaan eksepsi. Andi menganggap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi disusun hanya berdasarkan asumsi dan spekulasi saja. Andi merasa tidak pernah berniat melanggar hukum ataupun menyalahgunakan kewenangan terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Hambalang.
Andi mengatakan ini pada saat membacakan eksepsi pribadinya dalam sidang di Pengadilan Tipikor.
"Saya siap bertanggung jawab atas semua perbuatan dan kesalahan saya. Akan tetapi bagaimana mungkin saya bisa dimintai pertanggungjawaban jika saya tidak melakukannya atau tidak pernah tahu ada perbuatan yang dikaitkan dengan saya," kata Andi Mallarangeng di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.
Dalam eksepsi, Andi menegaskan tim asistensi yang merencanakan mengenai pembiayaan proyek Hambalang sudah terbentuk sebelum dirinya menjadi Menpora. Andi pun mengatakan bahwa tidak mengenal siapa saja yang tergabung dalam tim asistensi tersebut.
Menurut Andi, tim asistensi, biaya proyek Hambalang sudah ada sebelum ia menjadi menteri. Jadi, menurut Andi, salah jika dikatakan dia sengaja menyalahgunakan jabatan untuk mendapatkan keuntungan dari proyek senilai Rp2,5 triliun tersebut.
Andi mengakui memang ada penerimaan sejumlah dana oleh adik kandungnya, Andi Zulkarnaen Anwar, alias Choel Mallarangeng dari mantan Sekretaris Menpora Wafid Muharram sebesar 550.000 dolar AS dan Rp2 miliar dari Herman Prananto pemilik PT Global Daya Manunggal (subkontraktor Hambalang).
Sekali lagi diakui oleh Andi, uang tersebut sudah dikembalikan oleh Choel kepada KPK dan Herman Prananto. Andi menegaskan uang tersebut bukan untuk dirinya, melainkan untuk Choel sendiri.
Andi dijerat Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dengan hukuman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.