Suara.com - Jaringan Kerja Pelayanan Kristen di Indonesia (JKPK) mengirimkan surat resmi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat tersebut ditembuskan kepada Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), LBH Jakarta, Wahid Institute, Komnas HAM, Human Rights Working Group (HRWG), dan KontraS. Surat bertanggal 12 Maret 2014 ditandatangani oleh Woro Wahyuningtyas, Direktur Eksekutif JKPK.
"Kami meminta Presiden, dalam sisa masa pemerintahannya, agar beliau mengambil tindakan untuk memastikan hukum dan Konstitusi ditegakkan dalam kasus GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. Itu akan menjadi warisan besar beliau bagi negara", kata Woro, dalam siaran pers yang diterima suara.com, Minggu (16/3/2014).
GKI Yasmin disegel oleh Satpol PP Kota Bogor pada tanggal 10 April 2010 sebagai pelaksanaan perintah Wali Kota. Sejak saat itu, para jemaat beribadah di halaman gereja dan di jalan. Namun karena selalu mendapat intimidasi, maka jemaat GKI Yasmin mengalihkan tempat ibadat di rumah jemaat.
MA tertanggal 9 Desember 2010 telah mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 127 PK/TUN/2009 terkait izin mendirikan bangunan (IMB) GKI Yasmin. Namun, saat itu, Wali Kota Bogor justru menerbitkan Surat Keputusan Nomor 645.45-137 Tahun 2011 tentang Pencabutan IMB GKI Yasmin pada tanggal 11 Maret 2011.
Sebagai bentuk protes atas penutupan gereja, jemaat GKI Yasmin secara rutin melakukan ibadah setiap hari Minggu di depan Istana Merdeka. Mereka sudah melakukan rutinitas ini sejak Februari 2012 lalu.
Memasuki periode Pemilu 2014 di Indonesia, ternyata situasi diskriminasi pada GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia belum juga berubah. Kedua gereja yang sah berdiri masing-masing di Bekasi dan di Bogor masih saja disegel dan digembok secara ilegal oleh Bupati Bekasi dan Wali Kota Bogor secara melawan putusan pengadilan tertinggi yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pada kasus GKI Yasmin, Ombudsman Republik Indonesia pun sudah menyerahkan hasil pemeriksaan dan rekomendasi wajibnya tentang GKI Yasmin yang juga diabaikan oleh Wali Kota Bogor Diani Budiarto. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang jelas mengetahui pembangkangan hukum dua kepala daerah ini, tidak juga berbuat apapun untuk mengkoreksi kesalahan kepala daerah ini.
"Kami berharap, perubahan politik negeri ini terjadi secara damai. Dan kami berharap, perubahan politik, perubahan kepemimpinan, yang akan terjadi di tahun ini, dampaknya terasa bagi rakyat, bagi penguatan kebangsaan kita. Semoga terpilih pemimpin, wakil rakyat, yang berani tegakkan Konstitusi at all cost", kata Bona Sigalingging, Juru Bicara GKI Yasmin.