Jadi Capres, Jokowi Langgar Janji Saat Kampanye Pilkada DKI

Doddy Rosadi Suara.Com
Sabtu, 15 Maret 2014 | 07:44 WIB
Jadi Capres, Jokowi Langgar Janji Saat Kampanye Pilkada DKI
Gubernur DKI Jakata Jokowi blusukan ke Kampung Marunda. [suara.com/Bagus Santosa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara mengatakan, Joko Widodo melakukan pengingkaran terhadap janji kampanyenya pada Pilkada DKI Jakarta dengan menjadi calon presiden yang diusung oleh PDI Perjuangan.

"Pada masa kampanye, Jokowi berjanji untuk menyelesaikan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sampai 2019. Pemimpin yang baik harus bisa berjanji dan menepati janjinya. Pemimpin yang buruk adalah yang tidak punya janji kepada publik, atau yang ingkar atas janjinya,” kata Igor, Jumat (15/3/2014) seperti dilansir Antara.

Masyarakat, lanjut dia, bisa melihat permasalahan keselarasan yang diucapkan kemauan untuk merealisasikannya. Apalagi segudang janji pernah digulirkan Jokowi saat membidik jabatan Gubernur DKI, seperti penanganan banjir, macet, dan sebagainya.

"Masyarakat harus lebih kritis terhadap Jokowi. Jika maju sebagai Capres 2014 nanti, apa lagi yang akan dijanjikannya ? Jadi Gubernur aja meleset janjinya, gimana jadi Presiden," kata dia.

Dia melihat sebagai Capres 2014, kuantitas dan kualitas kebijakan Jokowi masih belum bisa diketahui. Sangat mungkin malah akan mengecewakan rakyat Indonesia yang sudah memberikannya terlalu banyak harapan untuk perubahan dan melaksanakan agenda reformasi.

"Jokowi berhasil mendekatkan diri dengan masyarakat karena praktik blusukannya. Itu bisa saja diapresiasi. Tapi seharusnya Jokowi adalah orang yang mutlak dikontrol dan diawasi. Karena bagaimanapun juga, Jokowi juga seorang politikus yang punya strategi dan motif politik tertentu. Oleh karena itu, Jokowi perlu juga dilihat kelemahan dan kekurangannya," tambah dia.

Selain itu, dia melihat para tokoh muda atau pendatang baru dianggap belum punya kapasitas jaringan yang kuat dalam sistem politik di Indonesia. Jika pun ada, mereka biasanya terpaku pada satu patron politik. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI